Hobinya adalah Masa Depannya
Oleh : Inayatun Najikah
Beberapa waktu lalu, saya diperkenalkan dengan seorang aktivis perempuan oleh salah satu kawan baik saya. Seorang novelis dan penggiat literasi. Perempuan yang memiliki segudang kesibukan dari mulai menjadi ibu rumah tangga sampai menjadi jurnalis media, berbagi pengalaman tentang lika liku perjalanan hidupnya.
Sejak kecil ia sudah gemar membaca dan menulis. Hingga saat ini ia telah mengeluarkan banyak karya fiksi. Karya-karyanya beberapa sudah tercetak dan sebagian lainnya bisa dibaca melalui platform media, salah satunya APP KBM.
Ia menceritakan bagaimana hobinya yang sejak kecil itu didukung penuh oleh keluarganya. Keluarga adalah lingkungan terkecil dalam lingkup kehidupan ini. Maka bagaimana tumbuh kembang anak, tergantung lingkungan yang ia tempati tersebut. Jika dari lingkungan keluarganya sudah mendukung, saling terbuka, dan sering melakukan dialog, maka kelak hingga dewasa anak ini akan tumbuh menjadi pribadi yang punya pemikiran terbuka juga.
Berbeda jika lingkungan keluarganya toxic. Salah satu tanda toxic adalah jika seluruh anggota keluarga harus patuh dan memenuhi keinginan dari satu pihak saja. Maka jika hal ini dibiarkan, bisa jadi lambat laun anak akan menjadi pribadi yang demikian juga. Karena seringkali kita tak mau mengajak anak untuk mengobrol atau berdiskusi perihal apa yang mereka suka dan perihal cita-citanya.
Saat anak menyebutkan cita-citanya ingin menjadi apa, kebanyakan kita hanya menganggapnya sebelah mata. Kita mengabaikan keinginannya tersebut. Karena menurut kita mereka masih kecil masih suka gonta ganti cita-cita. Dan yang kita lakukan adalah memaksa mereka untuk mengikuti kemauan kita. Alasannya agar tak dianggap berbeda dengan anak-anak yang lainnya.
Meski sebetulnya kita juga tahu bahwa dunia pendidikan dasar tak melulu SD, SMP, dan SMA. Ada pendidikan lain semacam sekolah khusus atau sekolah kejuruan. Mengapa saat anak kita menyebutkan hobi atau kegemarannya kita tak mendukung dengan memasukkannya pada sekolah khusus tersebut? Justru terkadang kita malah mengabaikan hobinya dengan memberikan pilihan tanpa ajakan diskusi untuk mengambil sekolah umum seperti anak-anak yang lain.
Mengapa kita tak berfikir, sebagai orang tua kita harus mendukung penuh hobi anak dengan cara mengarahkan dan menemani prosesnya agar hobinya tersebut suatu saat menjadi kenyataan. Sama seperti kisah perempuan yang dikenalkan kawan saya waktu itu. Hobinya sejak kecil mendapat dukungan penuh dari lingkungan keluarganya. Sehingga saat ini ia telah sukses menjadi penulis novel dan jurnalis di salah satu media.