Adab Bertamu
Oleh: Inayatun Najikah
Hari itu ketika anak-anak datang kerumah untuk belajar, saya mendapati hal yang tak seperti biasanya. Saya yang baru saja tiba dirumah setelah bekerja, memutuskan untuk mandi dan sholat terlebih dahulu sebelum diserbu oleh kedatangan mereka. Saat itu saya tengah selesai melakukan ibadah sholat maghrib tiba-tiba ada yang memanggil dari depan. Dalam batin saya, pasti anak-anak yang hendak belajar ini.
Setelah selesai memanjatkan keinginan yang hendak saya capai, saya bergegas membukakan pintu. Karena sudah menjadi kebiasaan selepas adzan maghrib pintu rumah saya bahkan beberapa tetangga juga tertutup. Begitu pintu saya buka, anak-anak yang memanggil tak ada didepan. Tampaknya mereka tengah bersembunyi di sebelah sisi rumah. Saya abaikan begitu saja tanpa menyuruh mereka masuk. Sebab tanpa dipersilahkan masuk, kadang mereka nyelonong dengan sendirinya.
Saya maupun bapak dan ibu tak pernah keberatan jika anak-anak masuk tanpa menunggu kami persilahkan terlebih dahulu. Kami merasa senang akan hal itu. Karena dalam fikiran kami, anak-anak ini telah menganggap rumah kami seperti rumahnya sendiri. Tak ada rasa sungkan seperti awal-awal mereka mulai belajar dirumah.
Setelah saya membuka pintu tersebut, saya kembali ke kamar untuk melipat mukena dan bersiap memakai jilbab. Setelah urusan dikamar selesai, saya tak menjumpai anak-anak maupun tasnya di ruang tamu. Padahal sebelumnya saat mereka keluar untuk sekadar beli jajan, buku dan tas yang mereka bawa pasti akan ditinggal. Kemudian saya mengecek keluar rumah. Ternyata yang saya dapati bukan anak-anak biasanya melainkan para sepupu saya.
Ini kali pertama mereka datang kerumah dengan maksud ingin belajar bersama. Saat saya menjumpai mereka, lantas saya bertanya mengapa tak langsung masuk saja. Salah satu keponakan saya menjawab sebab saya tak mempersilahkan mereka untuk masuk. Alhasil mereka memutuskan untuk menunggu diteras. Saya tersenyum atas jawabannya dan segera mempersilahkan mereka untuk masuk.
Ada perasaan bangga sekaligus bahagia manakala mereka yang notabene masih menyandang sebagai siswa di salah satu sekolah negeri, dengan sangat sopan dan santun memahami bagaimana adab bertamu. Meski rumah yang mereka kunjungi masih ada ikatan keluarga, tapi tak lantas membuat mereka merasa jemawa dan bertindak seenaknya.
Saya masih teringat ketika waktu itu belajar bersama anak-anak yang sudah sering kerumah sebelum mereka. Waktu itu kami sampai pada pelajaran Aqidah Akhlak. Pelajaran keagamaan menjadi hal yang tak ketinggalan sebab mereka mengenyam pendidikan di Madrasah. Salah satu bacaan yang sedang kami pelajari adalah tentang adab bertamu.
Beberapa poin yang menjadi pokok tentang bagaimana adab bertamu yang masih saya ingat diantaranya mengucapkan salam, tidak mengintip, dan sopan santun dalam bersikap dan bertutur. Ketiga poin tersebut rupanya diaplikasikan oleh keponakan saya yang hendak belajar malam itu. Padahal disekolahnya mereka tak begitu mempelajari secara mendalam soal pelajaran keagamaan. Maka saya percaya hal itu akan menjadi modal dasar untuk mereka berkesalingan dengan masyarakat yang lebih luas nantinya.
Semoga saja adab bertamu yang dipraktikkan oleh para keponakan saya ini mampu menjadi inspirasi untuk kita semua. Anak kecil saja bisa, apalagi kita yang sudah dewasa. Seharusnya lebih bisa memberikan contoh yang baik untuk anak-anak dan generasi dibawah kita. Lagi pula salah satu pepatah juga menyebutkan bahwa adab lebih tinggi kedudukannya daripada sebuah ilmu. Sekian.