Perempuan Memposisikan Diri
Oleh : Aditiya Tri Utami
Islam memberikan tuntunan yang tegas bahwa semua manusia, tanpa membedakan perempuan dan laki-laki diciptakan untuk sebuah misi yang amat penting sebagai khalifah fil ardh (pemimpin untuk mengelola kehidupan dibumi), paling tidak pemimpin untuk dirinya sendiri. Karena itu, perempuan dan laki-laki diharapkan bekerjasama, bahu membahu, bergotong royong mewujudkan masyarakat yang damai, bahagia, dan sejahtera (baldatun thayyibah wa rabbun ghafur) “Musdah Mulia”.
Menurut RA. Kartini Perempuan harus berjuang untuk mendapatkan martabat yang sejajar dengan kaum pria. Perempuan harus dididik dan dicerdaskan agar hati dan pikirannya terbuka, karena Tuhan menjadikan perempuan dan laki-laki sebagai makhluk yang memiliki derajat dan martabat yang sama.
Posisi Perempuan Sebagai Anak
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, maka hitamlah mukanya karena sangat marah. Lalu ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak karena malu. Apakah ia akan memelihara anak tersebut dengan menanggung kehinaan ataukah akan meguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketauilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu” An-Nahl [16]: 58-59
Nabi Muhammad SAW., mengajarkan para orangtua agar bertindak adil terhadap anak perempuan, tidak mendominasikan dan mendiskriminasi, dan tidak melakukan tindak kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga. Orang tua selayaknya memberikan pendidikan yang seluas-luasnya kepada mereka, tidak memaksakan ke hendak, terutama dalam pernikahan dan pemilihan jodoh.
Terlebih terhadap anak-anak yatim perempuan. Al-Qur’an dengan tandas menyatakan bahwa mereka, anak-anak yatim perempuan, perempuan-perempuan dewasa lainnya, dan mereka yang terlemahkan oleh struktur social, harus mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang adil. Sejumlah ayat dan hadis menjelaskan bahwa perempuan dalam posisinya sebagai anak tidak boleh ditelantarkan, dianiaya atau dizalimi. Anak perempuan tidak boleh dikhitan dengan cara yang keji, dijual (trafficking) untuk jadi budak seks atau dipekerjakan secara paksa, dilacurkan atau dipaksa menikah. Semua bentuk trafficking, perkawinan anak-anak, pemaksaan pelacuran, mempekerjakan anak-anak, dan pelecehan seksual terhadap anak-anak adalah dosa besar dan perbuatan zalim yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dan semua yang diharamkan islam.
Setiap orang tua bertanggung jawab memberikan proteksi dan perlakuan adil kepada anak-anak, tanpa membedakan jenis kelamin. Setiap orang tua wajib memberikan makanan bergizi, perlakuan adil, pendidikan memadai, keterampilan yang dibutuhkan agar anak-anak tumbuh menjadi manusia berguna. Tidak ada perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-laki. Islam memosisikan anak perempuan setara dan sederajat dengan anak laki-laki.
Posisi Perempuan Sebagai Warga Masyarakat
Posisi perempuan dalam masyarakat dan Negara sangat jelas yakni sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga Negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Perintah Allah untuk berbuat adil dalam seluruh bidang kehidupan, baik dalam ranah domestic maupun ranah public sangat tegas dan tandas. Keadilan mesti ditegakkan. Demikianlah, keadilan merupakan prinsip ajaran Islam yang mesti ditegakkan dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Prinsip itu harus selalu ada dalam setiap norma, tata nilai, dan perilaku umat manusia dimanapun dan kapan pun.
Keadilan yang diajarkan islam selalu memuat prinsip membela yang benar, melindungi yang tertindas, menolong yang kesulitan, dan menghentikan kezaliman dan kesewenang-wenangan. Dengan keadilan, yang benar akan dibela meskipun merupakan kelompok minoritas dan tertindas. Kehadiran islam dengan nilai-nilai keadilan yang dibawahnya telah membuat kaum tertindas dan marjinal (mustadh’afin) memiliki secercah harapan. Diantara kelompok mustadh’afin yang paling beruntung dengan kehadiran islam dalam kaum perempuan.
Posisi perempuan sebagai warga masyarakat dan warga Negara adalah setara dengan laki-laki. Keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama, keduanya pun bertanggung jawab penuh membentuk masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Perempuan sebagai warga Negara penuh dan anggota masyarakat diharapkan aktif terlibat dalam berbagai aktivitas social di masyarakat. Tujuannya jelas, membangun masyarakat yang baldatun thayyibah wa rabbun ghafur. Perempuan harus mampu membagi waktunya untuk kepentingan diri sendiri, kepentingan keluarga, dan kepentingan masyarakat.
Perempuan harus selalu ingat bahwa tugas utamanya diciptakan Allah SWT., adalah menjadi khalifah, menjadi pemimpin, pengelola dan manajer, dimulai dari memimpin dan mengelola diri sendiri, lalu anggota keluarga dan selanjutnya masyarakat. Dengan demikian, hidup perempuan akan bemakna sepenuhnya.