Sekolah; Membosankan
Oleh : Inayatun Najikah
Saban malam tiap habis maghrib, rumah saya selalu didatangi anak-anak kecil yang ingin belajar bersama. Awalnya cuma satu anak. Tetapi semakin kesini, ia telah beranak pinak menjadi empat orang anak. Mereka semua saat ini tengah menginjak bangku kelas lima. Beragam mata pelajaran mereka tanyakan kepada saya. Rasanya hampir semua. Namun saya memberi batasan pada pelajaran PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan). Sebab memang saya tak menguasai.
Kurikulum pada masa saya sekolah dulu telah berbeda dengan yang sekarang. Termasuk mata pelajaran PJOK. Dulu waktu zaman saya masih sekolah, tak ada mata pelajaran ini. Namun dulu lebih langsung pada praktiknya. Seperti bagaimana teknik bermain volly yang baik, bagaimana bermain bola kasti, dan lainnya.
Dengan kehadiran anak-anak yang hampir setiap malam ini, saya tak mengklaim bahwa telah membuka tempat les privat belajar. Hanya saja saya memang ingin belajar bersama anak-anak. Oleh sebab itu, saat pertama kali mereka datang kerumah dengan niat mau minta arahan, saya dengan senang hati menerimanya. Saya pun pada awal mengatakan jika saya hanya menemani mereka belajar. Dan yang mengerjakan soal-soal ataupun PR adalah mereka sendiri.
Saya selalu meyakinkan bahwa mereka sebenarnya mampu mengerjakan soal-soal yang tertera. Karena memang sebelumnya ada bacaan yang menjelaskan tentang bab tersebut. Namun saya melihat kemalasan diantara mereka semua. Minat baca mereka rendah sekali. Mereka selalu berusaha mencuri kesempatan agar yang mengerjakan soal-soal dan tugas adalah saya. Namun karena saya lebih lihai dari mereka, hal itu tak pernah terjadi. Kalah pengalaman mereka. Haha
Ada satu anak, laki-laki sendiri diantara ketiga teman perempuannya. Ia dengan gamblangnya mengatakan jika malas mengerjakan tugas dan soal latihan. Ia lebih memilih mendapat nilai sedikit daripada harus berfikir untuk dapat mengerjakan soal. Bahkan ia secara sadar mengatakan akan tak melanjutkan sekolah lagi. Sangat miris sekali. Kok bisa ya sekolah itu malah membuat malas. Padahal zaman saya dulu terlihat sangat menyenangkan.
Saya beberapa kali sempat ingin mengeluh. Mengapa mereka tak bersemangat. Apa yang salah disini? Namun niat itu segera saya urungkan sebab saya meyakini bahwa setiap anak diciptakan memiliki bakat yang berbeda. Kita tak bisa mengeneralisir semua anak harus pandai pada semua mata pelajaran disekolah.
Kiranya ini menjadi refleksi untuk kita semua khususnya untuk saya pribadi. Tentang bagaimana sebaiknya memberikan pengarahan dan ajaran yang baik untuk anak-anak sesuai usianya, yang menyenangkan dan tak membuat mereka bosan. Harus pandai berinovasi dan kreatif. Rasanya itu adalah kunci yang mujarab untuk sistem pendidikan kita saat ini. Karena tak ada anak yang bodoh. Hanya saja ia belum menemukan guru dan sistem pengajaran yang baik. Itu saja.