Iklan
Tokoh

Santri Milineal, KH Abdullah Umar Fayumi (Gus Umar)

Gus Umar, panggilan akrab KH Abdullah Umar Fayumi, adalah Putra pasangan KH Ahmad Fayumi Munji Dan Nyai Hj. Yuhanidz Fayumi. Kedua orangtuanya adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Kajen Tengah, Margoyoso, Pati yang nasabnya tersambung kepada waliyullah Syaikh Ahmad Mutamakkin.

KH Abdullah Umar Fayumi

Bapaknya, KH Ahmad Fayumi Munji, adalah aktivis NU Pati dan Jawa Tengah. Selain pernah menjadi Rais Syuriyah PCNU Pati, KH Ahmad Fayumi juga aktif di Lajnah Falakiyah PWNU Jawa Tengah dan aktif mengikuti Muktamar, Munas, dan Kombes NU.

Ibunya, Hj. Yuhanidz Fayumi, adalah Aktivis Muslimat NU Pati, karena pernah menjabat Ketua Muslimat NU Pati selama Dua periode Dan sosok muballighah yang aktif memberikan pencerahan di tengah masyarakat.

Iklan

Terlahir dari pasangan kiai-bu Nyai yang aktif tentu menempa Gus Umar menjadi sosok ilmuwan dan aktivis unggul yang selalu menebarkan kemanfaatan kepada masyarakat luas lintas sektoral.

Penulis pertama kali bertemu Gus Umar pada tahun 1995 saat menginjakkan kaki di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum untuk thalabul ilmi dan di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) Kajen yang dikenal sebagai sekolah para kiai.

Penulis semakin intens bertemu dengan Gus Umar ini ketika menginjak kelas 2 Aliyah. Saat itu penulis menjadi Seksi Pendidikan Pondok. Gus Umar sering terlibat dalam rapat-rapat pengurus untuk menyusun program, kegiatan, dan merespon persoalan-persoalan santri dan masyarakat secara umum.

Ketika itu sudah sangat kelihatan luasnya wawasan Gus Umar. Pun cara berpikirnya yang sangat filosofis karena beliau melihat masalah dari akarnya. Beliau melatih santri untuk berpikir detail, luas, mendalam, dan solutif, Tidak dangkal, menghakimi, menyalahkan, dan reaktif yang justru tidak menyelesaikan masalah.

Kemampuan hebat ini tidak lepas dari menu bacaan Gus Umar yang luas, khususnya tentang filsafat, dan pengalaman matangnya dalam berorganisasi. Beliau tercatat pernah menduduki Ketua Himpunan Siswa Mathali’ul Falah (HSM) yang menjadi OSIS-nya PIM Kajen. Kakaknya, Hj. Badriyah Fayumi juga pernah menjadi Ketua Himpunan Siswa Mathali’ul Falah Putri (HISMAWATI), OSIS-nya Banat PIM.

Pemandangan lain yang penulis lihat dari sosok Gus Umar ini adalah kedekatannya dengan masyarakat Kajen dan sekitarnya. Satu kamar yang ada di depan ndalem Pengasuh menjadi laboratorium sosial. Setiap saat baik pagi, siang, dan malam, kamar tersebut selalu dikunjungi para pemuda Kajen untuk berkonsultasi atau sekedar sharing berbagai masalah kepada Gus Umar dan Gus Ismail, kakak kandungnya.

Tidak ada perbedaan kelas dan strata sosial. Semua orang diterima dengan legowo dan penuh keramahan. Meskipun Gus Umar adalah anak seorang kiai, namun beliau lebih menonjolkan sikap rendah hati, membumi, dan menghindari sikap sombong dan perkataan yang menggurui orang lain.

Rihlah Ilmiah

Setelah menyelesaikan studi di PIM Kajen, Gus Umar melangkahkan kaki ke Pondok Ma’hadul Ulum As-Syar’iyyah (MUS) Sarang, Rembang untuk ngangsu kaweruh dengan ulama-ulama besar yang ada di Sarang.

Saat melanjutkan studi di MUS ini, Gus Umar diajak shilaturrahim bapaknya ke ndalem KH Maimun Zubair, yang merupakan sesepuh Pondok Sarang dan anak guru bapaknya. KH Ahmad Fayumi Munji adalah murid KH Zubair Dahlan, bapak KH Maimun Zubair.

Selama kurang lebih setahun Gus Umar bergumul dengan kitab kuning yang menjadi spesifikasi Pondok Sarang.

Setelah itu, Gus Umar melangkahkan kaki ke Mekkah Al Mukarramah untuk mendalami bidang ilmu hadis. Di Mekkah, Gus Umar belajar dengan Syaikh Ahmad, seorang ulama hadis yang mendalam ilmunya.

Selama 8 tahun Gus Umar bergumul dengan ilmu-ilmu keislaman, khususnya tafsir dan hadis. Sehingga kepakarannya dalam dua bidang tersebut diakui banyak pihak.

Berkarir di Jakarta

Setelah kembali ke Indonesia, Gus Umar sempat berdomisili di Kajen sebentar, kemudian hijrah di Jakarta. Saat di Jakarta ini, Gus Umar terlibat dalam diskusi-diskusi keagamaan dan kebangsaan di berbagai forum diskusi nasional.

Beliau aktif menulis kolom di Majalah An-Nur yang mengupas tafsir gender. Gaya bahasa yang renyah dan mudah dipahami membuat Gus Umar menjadi idola kaum feminist dalam kajian tafsir gender.

Wawasannya yang luas dan visi pemikirannya yang jauh ke depan sangat terlihat dari kualitas tulisannya. Analisisnya benar-benar mendalam dan mampu menuangkan gagasan orisinal yang menjadi solusi akademik dan sosial sekaligus.

Ngaji Bersama Masyarakat

Setelah lama di Jakarta, Gus Umar kembali ke Pati. di Tanah kelahirannya ini beliau menyebarkan ilmu dan gagasan yang mencerahkan para santri dan masyarakat umum.

Gus Umar menggelar pengajian di berbagai tempat dengan menu yang sangat ilmiah, namun bisa dipahami masyarakat dengan mudah.

Dengan para alumni Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Gus Umar mengaji kitab karya Imam Ghazali, yaitu Misykatul Anwar. Di sela mengaji kitab ini, Gus Umar menjelaskan problem-problem aktual masyarakat. Penjelasannya terhadap kitab ini sangat lugas dan penuh refleksi.

Di forum pengajian yang lain di berbagai tempat, Gus Umar mengkaji karya Imam Ghazali yang lain, karya Imam Mawardi, karya Syaikh Abdul Qadir Al Jilani, dan lain-lain.

Gus Umar menunjukkan kepada publik bahwa Islam adalah agama yang substansial. Yang memahami agama tidak hanya sekedar simbol-bendera, tapi memang benar-benar agama yang menekankan substansi: spiritualitas, kesalehan, akhlak mulia, kepedulian, ramah, kasih sayang, empati-simpati, suka menolong, kerjasama, dan memuliakan manusia.

Laras Djagad

Gus Umar, bersama aktivis pemuda yang lain, mendirikan Yayasan Sapu Jagat yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah sosial, dan pemberdayaan masyarakat.

Yayasan ini mempunyai banyak anggota. Berbagai forum ilmiah, pelatihan sumber daya manusia, kegiatan bisnis, dan networking relationship dikembangkan demi kemajuan masyarakat dan bangsa.

Pergaulan lintas sektoral Gus Umar membantu berkembangnya yayasan ini untuk menebarkan nilai-nilai kemanfaatan bagi masyarakat dan bangsa.

Karakter Unggul

Keberhasilan Gus Umar tidak lepas dari beberapa karakter unggul, antara lain:

Pertama, cinta ilmu

Gus Umar adalah sosok yang kutu buku. Beliau membaca semua buku yang bermanfaat, baik kitab kuning, kitab putih, dan lain-lain.

Kedua, luwes pergaulan

Dalam pergaulan sosial, Gus Umar adalah sosok yang luwes, tidak kaku dan tidak membeda-bedakan teman. Semua orang yang datang diperlakukan sama dan diberi masukan-masukan yang mencerahkan.

Ketiga, organisator ulung

Gus Umar tidak hanya sosok ilmuwan, tapi juga penggerak masyarakat. Beliau mampu mengorganisir anak-anak muda kreatif untuk menggelar pengajian, melakukan pemberdayaan ekonomi, dan peningkatan skills yang bermanfaat untuk masa depannya.

Karya

Gus Umar mempunyai banyak karya. Beberapa diantaranya adalah :

1. Tulisan-tulisan kolom yang renyah di Majalah An-Nur Jakarta.

2. Kitab Qawafil Al Thaah yang mentakhrij hadis-hadis yang diapresiasi oleh ulama dunia.

3. Kitab-kitab lain yang on going process.

Semoga para santri sekarang bisa meneladani spirit ilmu dan dedikasi sosial Gus Umar demi tegaknya panji Islam rahmatan lil alamin.

IPMAFA, Kamis, 10 Oktober 2019

Jamal Ma'mur Asmani Penulis:
Dr. Jamal Makmur, MA adalah Wakil Ketua PCNU Kab. Pati

*) Tulisan ini juga diterbitkan di facebook Jamal Pati

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Lihat Juga
Close
Back to top button
bandar togel ppidsulsel.net stmik-hsw.ac.id bprdesasanur.com sv388 https://pa-kualakapuas.go.id/ widyagama.org univpancasila.com klik88 provider game slot