Puisi Ahmad Amiruddin
Hijrah Burung
Burung [kutilang] yang dulu hanya ada didesa ini, sempat menjadi makanan pelor-pelor anak desa ini, kini mulai bertelur diperbatasan desa, anak-anak itu tak sadar bahwa burung yang biasa melompat menerobos cahaya melewati carang-carang daun tiba-tiba hilang.
Burung itu merajut sarangnya diantara carang-carang yang belukar, agar kelak anak yang ada dalam telur ini bisa bereksodus dari pekarangan ini ke dunia yang asing, untuk mereka lepaskan kicau-kicau yang liar.
Jepara, 17 Februari 2014
Tanyaku Untuk Burung
Paruh burung yang sempat kunikmati ledakan kicau kala senja dilengan-lengan pohon cemara itu mulai bermigrasi. Mata maupun telingaku mulai kosong dengan lengan-lengan pohon yang mulai kehilangan basahnya.
Kali ini aku mencoba bertanya dengan tupai yang biasa berkeliaran diperut dan kaki pohon ini, menanyakan tentang ledakan kicau burung yang hinggap dilengan pohon itu, namun tupai itu pun tak sempat menjaring tanyaku, karena sibuk mencari perbekalan makan malam untuk keluargannya.
Kucari lagi teman yang sempat tahu kicau burung itu, tenyata kutemui rumput, dia berkata padaku “tak usah lagi kau cari burung itu karena bulu lembutnya kini mulai jatuh, akulah yang menyapu dan mengumpulkannya di pekarangan ini”.
Semarang, April 2014
Jari-Jariku Mengetuk Pintu Rumah
sesekali ingin ku lepaskan jari-jari ini
agar bisa menerbangkan batu-batu
melepaskan langit-langit dari pandangan,
dan menjadikan seserpih kaca memantulkan cahaya.
jari-jari itupun terus mengembara,
perlahan menuruni bukit,
mengucapkan salam,
mengetuk jendela,
setelahnya ku buka pintu belakang,
ku sambut datangnya,
ku belongsong
dan ku sarangkan.
ku siapkan sepetak nasi dalam piring,
lalu melumatnya dengan lahap.
lapar itu hilang, tapi kini berganti dahaga.
Jepara, 24 Mei 2013
Ranting Yang Bersemi
Ia teramat ramah melakukan perbincangan-perbincangan kental bahkan bercinta dengan cahaya yang menegang, ia ceritakan bagaimana memanifestasikan bagian tubuhnya dari bunga menjadi buah, bagaimana daun-daunnya yang matang tiba-tiba rontok lalu terurai oleh bentala,
Tapi ia tetap percaya apa yang terlepas darinya hanyalah bentuk persembahannya. Itu adalah bagiannya yang esok akan kadaluwarsa. Esok akan lahir para pemagang baru yang akan melengkapi tubuhnya.
Semarang, 2 Februari 2013
Tangan-Tangan Berucap Saat Senja
dipekarangan rumah terlihat senja mulai tergelincir
ia pelan-pelan mulai terkelupas oleh mega
sajian-sajian yang sengaja mereka taruh dipersempangan jalan
mulai tergesa meninggalkan tuannya
klepon, onde-onde ataupun takjil yang biasa menghiasi
pelan-pelan pun mulai terbungkus untuk disantap dimeja rumah
saat laung seruan mulai talun
bersama tangan-tangan kita mengucapkan hafalan
Semarang, 13 Mei 2013
*Puisi-puisi tersebut pernah di muat di antologi Puisi Mata Angin Mata Gelombang (Fire Publiser, 2016)