Iklan
Tokoh

Keistiqamahan Mbah Dullah Salam Kajen

                                                  KH. Abdullah Zain Salam

Iklan

Konten Terkait

 KH Abdullah Zain Salam dikenal dengan panggilan Mbah Dullah Salam memiliki teladan-teladan yang mulia. Mulai dari kecintaan mendalam pada ilmu pengetahuan, memiliki kebiasaan mengembara demi mencari ilmu pengetahuan, dan keteladanan lain.

Penulis buku ‘Keteladanan KH Abdullah Zain Salam’ Jamal Makmur Asmani membeberkan keteladanan tersebut di hadapan 250 peserta bedah buku di Masjid Al-Waq, kompleks Pesantren Yanbuul Quran Boarding School 1 Pati. Menurutnya, Mbah Dullah Salam meskipun sudah wafat, namun teladan-teladannya masih patut ditiru para santri dan anak muda zaman sekarang.

“Teladan-teladan itu antara lain pertama, mencintai ilmu pegetahuan atau hubbul ilmi. Mbah Dullah Salam adalah sosok kiai yang sangat mencintai ilmu. Terbukti, beliau mondok dan menimba ilmu dari satu kiai ke kiai lain, dari satu pesantren ke pesantren lain,” terangnya.

Beliau adalah pribadi yang mencintai ilmu sepanjang hayat. Sudah menjadi kiai pun, Mbah Dullah masih tetap mengaji, antara lain berguru kepada Mbah Abdul Hamid Pasuruan dan Mbah Kiai Arwani Amin, besannya sendiri. Kedua, Mbah Dullah yang lahir di Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Hubbu Rihlatit Taallum.

Mbah Dullah Salam sosok kiai yang gemar melakukan rihlah atau perjalanan ilmu. Oleh karena dorongan cintanya akan ilmu, beliau sering mondok dan berkunjung kepada para ahli ilmu. Di antara guru-guru beliau adalah Hadhratusysyekh KH Hasyim Asy’ari Jombang, KH Sa’id Sampang Madura, KH Abdul Hamid Pasuruan, KH Muhammad Arwani Amin Kudus,” ucapnya.

Ketiga urai peraih gelar Doktor UIN Walisongo Semarang itu Mbah Dullah termasuk hubbur riyadlah. Mbah Dullah urainya adalah kiai yang suka riyadlah atau tirakat. Saking sukanya dengan tirakat hatinya sama sekali tidak terikat dengan dunia.

“Tirakat santri, menurut Mbah Dullah, adalah mengaji, mengaji, dan mengaji. Jika ada santri melakukan puasa sunnah, sampai mengalahkan ngajinya, maka Mbah Dullah Salam tidak menyukai hal ini, sebab perkara sunnah (puasa sunnah) tidak boleh mengalahkan perkara wajib (mengaji/thalabul ‘ilmi),” kata penulis buku ini.

Keteladanan berikutnya yakni Hubbul Jihad. Mbah Dullah Salam adalah kiai yang gemar berjihad. Jihad di sini, bukan dimaknai sebagai jihad berlaga di medan perang. Melainkan, jihad diartikan sebagai berjuang dengan sekuat tenaga, untuk mengajarkan, menyebarkan dan mengembangkan agama Islam, melalui jalan pendidikan Al-Qur’an, ilmu-ilmu agama dan tarekat.

“Selain mengajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama Islam, Mbah Dullah juga menjadi Mursyid Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah,” ungkapnya.

 

Menurut penulis buku Keteladanan KH Abdullah Zain Salam; Kiat Sukses Membangun Pendidikan Keluarga itu Mbah Dullah yang masih punya hubungan kerabat dengan Mbah Mutammakin juga termasuk hubbul ukhuwwah. Beliau sangat suka silaturahim. Kegemaran beliau untuk melakukan silaturahim itu menunjukkan beliau adalah kiai yang cinta kepada persaudaraan.

Menurut Kiai Zaki, Mbah Dullah sangat gemar meminta doa kepada para ulama untuk anak-anaknya. Beliau juga suka meminta doa anak-anak kecil, yang menurut beliau belum memiliki dosa, sehingga doa akan mudah dikabulkan. Teladan keenam Hubbul Jamaah. “Beliau kiai yang istiqamah dalam shalat berjamaah. Bahkan dalam keadaan sakit pun, dengan tertatih-tatih, Mbah Dullah Salam selalu hadir dalam shalat berjamaah lima waktu di mushahla pesantren beliau,” puji dia.

Kepada santri dan asatid Yanbuul Quran 1 Pati, Jamal Makmur membeberkan bahwa Mbah Dullah  adalah sosok yang sangan konsisten atau hubbul istiqamah. Mbah Kiai Abdullah Salam adalah sosok kiai yang sangat disiplin soal waktu. Dalam hal apa pun, baik ibadah, zikir, mengajar, dan hal-hal lain, Mbah Dullah selalu disiplin dan tepat waktu. Hal ini menunjukkan bahwa Mbah Dullah merupakan pribadi yang hubbul Istiqamah, cinta kepada Istiqamah.

“Selain cinta Istiqamah, beliau juga gemar mentarget dan memanage seluruh waktunya, supaya produktif dan bermanfaat bagi orang lain,” tegasnya.

Adapun keteladanan terakhir, ke depalan, hubbus sadaqah. “Mbah Dullah Salam adalah Kiai yang sangat gemar bersedekah. Jika ada orang yang suka pada barang-barang yang beliau miliki, maka seketika beliau akan memberikan, seperti sebuah angin yang mudah berembus ke sana ke mari meniupkan kesejukan. Beliau selalu mengajarkan, jika kita ingin anak-anak kita menjadi orang, gemarlah bersedekah dan niatkanlah untuk anak-anak kita,” pungkasnya.

Dikutip dari laduni.id Mbah Dullah Salam dilahirkan di Kajen Margoyoso Pati adalah keturunan ketujuh dari pihak ayah sampai kepada Syech Mutamakkin. Silsilahnya adalah KH Abdullah Zen Salam bin KH Abdussalam bin KH Abdullah bin Nyai Muntirah binti KH Bunyamin bin Nyai Toyyibah binti KH Muhammad Hendro bin KH Ahmad Mutammakin. Yang jika ditarik garis keturunan menunjukkan beliau Mbah Dullah Salam masih mempunyai garis darah sampai pada Nabiyullah Muhammad SAW yang tepatnya ketururan ke 35.

Sejak seminggu sebelum wafatnya Mbah Dullah Salam tepatnya pada hari Ahad 4 November 2001 kesehatannya mendapatkan masalah yang cukup serius, pada hari Senin tanggal 5 November dengan tertatih beliau memaksakan diri pagi-pagi sekali untuk berziarah ke sarean kakek buyutnya sekaligus guru rohaninya yaitu KH Ahmad Mutamakkin.

Sepertinya beliau sudah sangat menyadari bahwa waktunya sudah akan tiba. Dokter Muhtadi yang sudah puluhan tahun menangani kesehatan beliau sebagai Dokter pribadi memaksa beliau untuk dirawat di RSI (Sunan Kudus) setelah melihat detak jantung beliau yang tampak cepat dan tidak setabil, meski awalnya beliau menolak saat yang meminta adalah putra dan kerabat beliau namun akhirnya beliau mau menuruti ketika yang menyarankan adalah seorang dokter. Saat hendak dibawa ke RS Kudus beliau sempat berpamitan dengan istrinya, Nyai Aisyah.

Pada 1 November 2001 beliau memaksa untuk pulang dari rumah sakit, waktu itu dokter menghendaki agar beliau mau dirawat sampai kondisi kesehatannya relatif membaik namun kepada cucunya Muhammah Ainun na’im beliau malah menegaskan “buat apa lama-lama di sini, saya mau pulang sekarang, saya ini mau meninggal,” ungkapnya.

Memang, sudah lebih setahun terakhir beliau acap kali berkata bahwa beliau sudah tidak punya apa-apa lagi kecuali ini, katanya sambil menunjuk jam tangan yang digunakan beliau. Waktu itu tidak ada yang berfikiran bahwa yang beliau maksud adalah yang beliau miliki tinggal waktu menunggu jemputan ajal.

Pagi itu keinginan beliau untuk pulang tidak bisa dicegah lagi dan beliau akhirnya memang benar-benar pulang kerumahnya di Kajen. Bahkan tampaknya bukan ingin pulang kerumah tapi sekaligus pulang ke kamarnya sendiri. Ini tampak ketika keluarganya menyiapkan kamar khusus di rumahnya yang dimaksud untuk mempermudah perawatan, beliau menolak dan terus memaksa untuk ditempatkan dikamarnya sendiri. Kehendak beliaupun dituruti, beliau ditempatkan di kamarnya sendiri yang sangat sederhana, tempat yang menjadi saksi pengabdian beliau dan juga sebagai saksi bisu kepergian beliau.

Setelah semalaman kondisi kesehatannya tampak tidak stabil, sehabis subuh beliau tampak tertidur nyenyak. Kondisi ini berlangsung sampai ajal menjemputnya pada pukul 14.33 WIB. Terlihat kondisi beliau sedemikian tenang dan damai ketika berangkat menuju kekasih agungnya. Hari itu Ahad 11 November 2001 M yang bertepatan dengan 25 Sya’ban 1422 H, KH. Abdullah Zen Salam kembali kemahariban Allah SWT.

Mbah Dullah Salam adalah sosok figur yang karakternya patut untuk diteladani, amalan ibadah beliau mencakup seluruh amaliyah keseharian yang selalu beliau jaga dan istiqamahkan, tidak ada kata ‘nganggur’ dalam kamus hidup beliau.

Beberapa bidang pengajaran yang beliau aktif terjun di dalamnya adalah sebagai Pengasuh di Pesantren Tahafudz untuk para siswa PIM dan guru tariqat, salah satu staf pengajar di PIM, koordinator Masjid Kajen, pengampu pengajian kitab kuning mingguan pada hari Rabu dan Kamis di ndalem beliau dan lapangan Margoyoso juga banyak aktivitas lain yang beliau turut gawe di dalamnya.

Di samping karakter Mbah Dullah yang tak membiarkan amalannya mejadi kesia-siaan dalam ibadah, beliau adalah sosok fleksibel di mata masyarakat. Mbah Dullah yang dipandang sebagai sosok Sufi, ahli fikih dan tasawuf ini juga paham akan permasalahan selain keilmuan.

Di nilai seperti itu karena konon, dulu saat masyarakat yang datang dari berbagai kelas sosial dan mata pencaharian yang tidak sama datang pada beliau untuk sowan dan mengutarakan permasalahan, belaiu pasti paham dan memberikan solusi dengan tepat. (am/sumber, https://jateng.nu.or.id)

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Lihat Juga
Close
Back to top button