Iklan
Kolom

Eksistensi Tradisi Literasi di Pesantren

Oleh: Siswanto, MA

Berbicara pesantren tentunya tidak lepas membahas kiai, santri, kitab kuning, asrama, dan musala. Adanya beberapa elemen tersebut tidak lain merupakan sarana-prasarana yang ada di lingkungan pesantren.  Oleh karena itu, penting sekali bagi pengelola pesantren untuk memperhatikan elemen yang harus dimiliki pesantren. Supaya dalam pengelolaan pesantren lebih professional dan memberikan pelayanan terbaik kepada para santri.

Sedangkan santri di pesantren merupakan salah satu unsur yang sangat penting, karena tanpa adanya santri di dalam pesantren, tentunya sistem pendidikan tidak akan berjalan. Oleh sebab itu, keberadaan santri menjadi urgen untuk menunjang berjalannya kegiatan dan segala aktifitas di dalam pondok pesantren. Sehingga dengan adanya santri kiai bisa leluasa mendesain pesantrennya dengan model dan karakter yang dikehendakinya.

Konten Terkait
Iklan

Pesantren sendiri kalau kita cermati mayoritas masih menjaga nilai karakteristiknya yakni menjaga khazanah kitab kuningnya. Hal ini tidak lepas merupakan usaha untuk melestarikan nilai-nilai kearifan local yang sudah lama dilanggengkan oleh para pendiri pesantren hingga sekarang masih eksis keberadaannya.

Adapun model pembelajaran yang diterapkan oleh pesantren memiliki corak yang berbeda. Meskipun berbeda tetap saja pesantren tidak lepas dengan tradisinya yakni tradisi literasi (baca dan tulis). Tradisi ini tentunya sudah berjalan lama jauh sebelummasifnya pesantren yang mengajarkan para santrinya bergelut pada dunia literasi.

Dalam sejarahnya tradisi literasi Islam massif dan perkembang sudah dimulai sejak Dinasti Abbasyiah yang terkenal dengan dinasti kejayaan umat Islam di seantero dunia. Dimana dinasti ini terkenal dengan ilmu teknologi dan saisnya. Sehingga melahirkan banyak filsuf dan para cedekiawan muslim. Sebut saja Ibn Rusyd, Ibn Sina, Ibn Khaldun, Ibn Bajah, Ibn Batutah, Imam Ghazali, dan lain sebagainya.

Dari sejarahnya untuk mencapai kesusksesan dan kemajuan sebuah negara yang dibangun terlebih dahulu adalah adanya Baitul hikmah (rumah perpustakaan). Karena dengan dibangunya sebuah perpustakaan akan mempermudah para filsuf maupun masyarakat untuk memperkaya literasi dan pengembangannya. Oleh sebab itu, negara maju tidak lepas dari masyarakatnya yang gemar membaca-menulis dan mengkaji saban harinya.

Karena sebagai tolok-ukur tradisi literasi di Indonesia sangatlah rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Supaya masyarakat Indonesia bangun dari mimpinya perlunya digaungkan pentingya literasi di kampung-kota saling terintegritas. Agar kedepan sebuah peradapan bisa maju dan berkembang tidak lepas dimulai dari kebiasaan membaca-menulis dijadikan sebagai rutinitas sabab harinya.

Dengan demikian kalau tradisi ini terus digencarkan dan dibangun secara kontinyu, maka tak ayal Indonesia akanbisa mencapai masa keemasnya yang dicanangkan pada tahun 2045 dan sekaligus memiliki nilai sacral tepat 1 Abad Indonesia merdeka dari kolonialisme.   

Tradisi Literasi

Tidak banyak pesantren melestarikan dan mengajarkan literasi kepada para santri secara kontinyu dan dijadikan sebagai karakteristik pesantrennya. Adapun pesantren yang hingga sekarang konsen dalam pemberdayaan literasinya menurut pengamatan penulis yang bisa dijadikan sebagai percontohan dan menjaga benar kualitasnya hanya ada dua pesantren yakni Pesantren Hasyim Asy’ari (Qutub) Yogyakarta dan Pesantren Baitul Hikmah asuhan Kiai Aguk Irawan Yogyakarta.

Kedua pesantren tersebut, konsen melanggengkan tradis literasinya kegiatan bedah buku, menulis, dan membaca sebagai santapan makanan saban harinya. Selain itu juga, banyak santri yang diwajibkan karyanya untuk dikirim di media daring maupun ofline, sebagai bentuk untuk meramaikan jihad lietasi di ruang public melalui media.

Oleh karena itu, melalui pesantren yang mendorong para santri untuk terus berkarya melalui literasinya. Harapnnya santri tidak hanya cakap dalam membaca kitab kuning dan menjadi imam shalat juga mahir dalam berkarya untuk menyebarkan nilai-nilai dakwah yang rahmatan lil-alamin.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Lihat Juga
Close
Back to top button