Macet

Beberapa bulan lalu. Bulan Maret tepatnya, saat saya ngajak jalan jalan perempuan yang saya sayangi, cintai dan sebagainya. Dari Bumi Mina ke Yogya. Perjalanan kami tempuh lumayan lama. Tak seperti biasanya. Hampir seharian hingga ke kota tujuan. Supir dan kondektur bus mengumpat dengan umpatan tak jelas, mengekspresikan kekesalannya sebab jamnya terlambat.
Perjalanan kami sangat melelahkan. Bukan sebab jarak yang kami tempuh, melainkan jalanan makin padat, makin merayap. Tak ada yang mau bersabar, semua ingin didahulukan, semua ingin menjadi yang terdepan. Saya hanya menggerutu dalam hati, jengkel, mangkel, dan seperangkatnya. Toh meskipun begitu kondisi macet tak dapat dirubah. Sebab sudah menjadi fitrah.
Seperti halnya kemarin malam, saya melihat salah satu dialog di televisi negeri dan swasta. Para tokoh dihadirkan, para pakar dimintai komentar, terkait kondisi ke mancetan di ruas ruas jalan kota besar, bahkan tak menuntut kemungkinan akan merambah ke kota kota kecil seperti kabupaten berlanjut ke kecamatan. Para ahli saling beradu alibi, para pakar saling membenarkan komentar. Semua tampak pintar meski tanpa solusi yang keluar.
Jadi, orang seperti saya, yang tak terlalu paham dengan bahasa njlimet dan dengan penuh basa basi berbusa. Sering kali gagal paham tentang para pakar yang memuncul ide perihal mengatasi kemacetan, ada yang bilang pemberlakuan ganjil dan genap, ada pengusaha berujar dengan penambahan jalan, salah satunya jalan tol. Maka kemacetan akan sedikit terurai dan lain bla bla.
Saya yang melihat dan mendengarkan debat kuda dan kusirnya jadi bingung sendiri, mereka sibuk membahas mengatasi soal kemacetan akan tetapi mereka melupa tak membatasi perusahaan pembuat montor dan mobil untuk membatasi produksinya disetiap tahunnya. Lha wong jalan itu tak berkembang dan bertambah di setiap tahunnya, kenapa malahan di bahas. Ironis.
Perihal soal kemacetan di ruas ruas jalan. Apabila di diskusikan saja tentu tak akan menemukan sebuah solusi. Akan tetapi harus berani mengambil sebuah tidakan cepat oleh pemerintah, tentang pembatasan pembelian montor atau mobil pribadi. Jangan sampai 20 tahun yang akan datang ladang-ladang kita akan berubah menjadi jalan-jalan tol yang tak berujung. ( Niam At Majha)