Pijat; Cara Tradisional Pulihkan Kebugaran Tubuh
Dua hari yang lalu saya merasakan ketidaknyamanan pada kondisi tubuh saya. Bukan karena sedang lapar, tapi diseluruh badan terasa lesu dan lemas. Mungkin sebab musababnya karena saya jatuh saat hendak menyalakan motor saat pagi sebelum berangkat bekerja.
Pagi itu saya hendak menyalakan motor dengan menstandarkan dua penyangganya. Tapi sesuatu hal terjadi. Motor saya tiba-tiba rubuh karena sendal yang saya pakai licin. Alhasil saya jatuh bersamaan dengan jatuhnya motor. Pakde yang melihat kejadian itu segera menolong saya mendirikan motor. Padahal hari-hari sebelumnya tidak pernah mengalami hal itu. Barangkali memang bukan keberuntungan saya pagi itu.
Setelah kejadian itu muncullah memar dikaki saya. Untungnya tidak parah. Saya pun masih terus aktivitas seperti biasanya. Saya masih berangkat bekerja dan bercanda bersama teman-teman. Namun dihari itu badan terasa sekali lemasnya. Hingga kawan saya satu kantor beberapa kali menegur dan menanyakan terkait kondisi saya.
Sepulang bekerja, malamnya saya bergegas untuk pijat ditempat langganan saya dengan ditemani ibu. Setelah menunggu, akhirnya giliran saya untuk dipijat. Saya langsung memperlihatkan kaki saya yang tampak memar itu. Simbah yang melihatnya spontan bertanya kenapa bisa seperti itu. Saya mencoba menjabarkan kronologinya. Dan si mbah hanya mendengarkan dengan seksama seraya mengucapkan, “wis tuo kok tibonan” (Sudah tua kok sering jatuh).
Setelah saya selesai bercerita, si mbah memijat seluruh tubuh saya. Namun ketika pijatannya sampai pada bahu sebelah kiri, saya menjerit kesakitan. Si mbah merasa keheranan karena yang memar adalah kaki kiri. Saya mencoba mengingat-ingat kejadian apa yang menimpa saya sebelum jatuh pagi itu. Dan saya teringat hari sebelumnya, bahwa bahu saya kena tonjokan adik. Bukan sebab saya menggoda dia, tapi karena dia merasa gabut maka pelampiasannya adalah saya. Ia menonjok tidak hanya sekali dua kali. Bahkan sudah sering. Jadi saya sudah hafal. Entah yang hari itu kenapa tonjokannya terasa begitu keras dan sakit.
Selama proses memijat, simbah merapalkan doa dan sholawat agar sakit yang saya rasakan bisa segera sembuh, diiringi dengan meniupkan pada bagian yang terasa sakit khususnya. Saya lantas mengamini panjatan doa dan sholawat tersebut sambil menahan rasa sakit. Karena memang doa adalah obat terbaik. Doa dan sholawat adalah dua komponen yang memiliki kekuatan luar biasa yang tak mampu dianalogikan melalui akal manusia.
Setelah selesai pijat, kini ibu yang dinasihati simbah untuk menegur adik jika masih begitu kepada saya. Tak lupa simbah memberikan saran apa yang harus saya lakukan untuk meredakan memar, yaitu dengan mengompres menggunakan air hangat yang dicampur garam.
Sesampainya dirumah saya melaksanakan apa yang disarankan simbah disusul dengan tidur lebih awal. Benar saja, keesokan harinya badan saya terasa enteng dan kaki yang memar perlahan rasa sakitnya mulai menghilang. Tubuh saya terasa bugar dan lebih baik dari sebelumnya.
Saya ketika sedang tidak enak badan larinya bukan ke obat dulu, tapi kerumah simbah yang sudah menjadi langganan pijat. Baru jika memang benar-benar belum sembuh langkah selanjutnya adalah dengan mengonsumsi obat dan pergi ke dokter. Sejatinya baik minum obat maupun pijat keduanya sama saja. Mengutip pepatah berikut, banyak jalan menuju roma. Pun ada banyak jalan untuk mencapai kesembuhan dikala kita sedang sakit.(Inayatun Najikah)