Urgensi Pendidikan di Pesantren
Oleh : Siswanto
Pondok pesantren pada umumnya dikenal sebagai lembaga Pendidikan tertua di Pulau Jawa-Madura, dan Nusantara. Pondok pesantren berkemampuan tinggi dalam berswakarya dan berswakarsa dalam menyelenggarakan Pendidikan. Misi yang mulia selama ini lebih bercorak pada Pendidikan agama yang berorientasi pada pembentukan budi pikerti atau karakter santri, baik pada ranah agama maupun akhlak. Sehingga pesantren identik dengan pendidikan pembentukan karakter.
Di era modern sekaramg ini, pesantren selain dituntut untuk memperkuat penanaman nilai-nilai spiritual kepada para santri, juga dituntut untuk untuk memperkaya pada aspek tanggungjawab. Kedua hal ini dimaksud agar santri memiliki kepribadian yang seimbang anatar nilai-nilai spiritual, kedisiplinan, dan sifat tanggungjawab dimanapun santri berada.
Pesantren dengan cara hidupnya yang bersifat kolektif barangkali merupakan perwajahan atau cerminan dari semanagat dan tradisi yang berasal dari Lembaga-lembaga pendidikan tradisonal yang ada di pedesaan yang menanamkan sifat gotong-royong untuk saling bahu-membahu menolong antar sesame umat muslim. Adapun nilai-nilai keagamaan seperti ukhuwah (persaudaraan), ta’awun (Kerjasama), jihad (berjuang), taat, sederhana, mandiri, ikhlas, dan berbagai nilai eksplisit dari ajaran Islam merupakan cerminan tradisi yang ada di Pesantren, bahkan sampai sekarang ini terus terlestarikan.
Selain itu, pesantren berperan sebagai lembaga yang mengembangkan nilai moral-spiritual, informasi, komunikasi timbal-balik secara kultural dengan masyarakat dan sebagai tempat pemumpukan solidaritas umat.
Menurut Azyurmadi Azra, pesantren telah memerankan tiga perananan; transmission of Islamic knowledge (penyampaian ilmu-ilmu keislaman), maintenance of Islamic tradisional (pemeliharaan tradisi Islam), dan reproduction of ulama (pembinaan calon-calon ulama).
Sedangkan watak utama yang melekat pada pesantren sebagai Lembaga pendidikan keagamaan telah menjadikannya memiliki tradisi keilmuan tersendiri, sehingga seiring berjalannya waktu tradisi ini mengalami perkembangan dari masa ke masa dan menampilkan manifestasi yang berubah-ubah.
Oleh karena itu, apabila kita cermati sebagaimana dikutip dalam buku ‘Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren’ setidaknya ada tiga karakteristik yang melekat dan sebagai basis utama kultul di pesantren.
Pertama, pesantren sebagai Lembaga tradisionalisme. Tradisionalisme dalam konteks pesantren harus dipahami sebagai upaya mencontoh tauladan yang dilakukan para ulama salaf yang masih murni dalam menjalankan ajaran Islam agar terhindar dari bid’ah, khurafat, takhayul serta klenik. Hal ini, kemudian lebih dikenal dengan Gerakan salaf yaitu gerakan dari orang-orang terdahulu yang ingin kembali kepada Alquran dan Hadis.
Kedua, pesantren sebagai pertahanan budaya (cultural resistance). Mempertahankan budaya dengan ciri tetap bersandar pada ajaran dasar Islam adalah budaya pesantren yang sudah berkembang berabad-abad. Ide cultural resintance telah mewarnai kehidupan intelektual dunia pesantren. Adapun subyek yang diajarkan di lembaga ini melalui hidayah dan berkah seorang kiai sebagai guru utama adalah kitab klasik atau kitab kuning yang selalu diolah dan ditrasmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Semangat cultural resintane menjadikan dunia pesantren selalu tegar dalam menghadi hegemoni dunia luar. Sejarah menunjukkan bahwa saat penjajahan semakin menindas, saat itu pula perlawanan kaum santri semakin tidak terbendung. Misalnya penjahahan kolonialisme di Surabaya, dimana para penjajah menindas para warga sipil maupun para kiai dianiaya serta penindasan terhadap warga yang tidak bersalah, maka melalui Resolusi Jihad yang digaungkan oleh Hadratusy Syaik Hasyim Asy’ari sebagai contoh sahaih pengabdian santri kepada kiai dan bukti santri demi menjaga bumi pertiwi dari kolonialisme.
Ketiga, pesantren sebagai pendidikan keagamaan. Pendidikan pesantrendidasari, digerakkan dan diarahkan oleh nilai-nilai kehidupan yang bersumber pada ajaran Islam. Ajaran dasar ini berkelindan dengan struktur social atau realitas social yang digumuli dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, maka pendidikan pesantren didasarkan atas dialog yang terus menerus antara kepercayaan terhadap ajaran dasar agama yang diyakini memiliki nilai kebenaran mutlak dan realitas social yang dimiliki nilai kebenaran relatif.