Pedoman Politik ala Nahdlatul Ulama
Oleh : Siswanto, M.A
Dalam menyambut pesta demokratis yang rutin bergulir setiap lima tahun sekali. Sebagai warga Negara Republik Indonesia tentunya memiliki hak pilih untuk menentukan pilihannya masing-masing. Hal ini sangat wajar karena setiap orang memiliki karakteristik dan pendapat tersendiri. Sehingga sebagai warga negara yang baik, harus bijak dan bisa menyikapi sebuah pemandangan perbedaan demi terwujudnya kerukunan dan keharmonisasian.
Dan setiap pesta demokrasi berlangsung juga dibutuhkan pengawalan serta kenetralan biar tidak terjadi huru-hara dan hiruk-pikuk dalam proses berlangsungnya pesta demokrasi tersebut. Maka, dalam hal ini sangat penting masyarakat harus mendapatkan edukasi politik yang etis. Dengan tujuan masyarakat tidak terjebak dalam ranah politik praktis maupun politik uang.
Karena selama ini, money politik bisa merusak persaudaraan dan juga menyebabakan disharmonis. Sehingga bentuk pedoman berpolitik sangat penting untuk ditanamkan, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, dengan adanya bentuk-bentuk pembekalan dan penanaman sedari awal terhadap nilai-nilai pedoman politik di lingkungan masyarakat dan sekolah. Harapnnya para generasi muda bangsa bisa menerapkan dan tidak mudah terbawa arus ke politik praktis.
Adapun dalam hal ini, NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia dan mancanegara, sudah sayognya masyarakat Islam dalam hal ini “NU” memiliki pedoman politik ala NU untuk diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, dalam hal ini sebagaimana dikutip dalam buku ‘Khittah dan Khidmah’dapat penulis jelaskan dalam pelbagai hal, antara lain yaitu.
Pertama, berpolitik bagi NU mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Kedua, politik bagi NU adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita Bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan Makmur lahir dan batin, serta dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan akhirat.
Ketiga, politik bagi NU adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggugjawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
Keempat, berpolitik bagi NU dilakukan untuk memperkokoh konsesus-konsesus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaq al-karimah sebagai pengalaman ajaran Islam Ahlussunah wal-jamaah.
Kelima, perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap terjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan NU.
Keenam, berpolitik bagi NU, dengan dalih apa pun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan Bersama dan memecah belah persatuan.
Ketujuh, berpolitik bagi NU menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal-balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan nasional.
Dengan demikian, dari ketujuh pedoman politik di atas tentunya bisa dijadikan barometer serta pedoman berpolitik, dalam rangka menyambut pesta demokrasi yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 yang akan dating. Oleh karena itu, penting sekali menyiapkan segala bentuk perangkat agar masyarakat tidak terjebak dalam identitas politik praktis.