Kredit
Karena untuk menjadi istiqomah itu amat berat. Selalu tepat waktu dalam kondisi apa saja, dimana saja, dengan siapa dan berbuat apa. Jika sudah mengiyakan sepekan sekali harus ada tulisan ya harus di sempatkan. Seperti halnya kemarin-kemarin jika hari kemenangan tinggal kenangan. Setelah sebulan fuul kita terkekang, menahan lapar, menahan dahaga. Tapi belum mampu menahan rasan-rasan dan segala keinginan.
Ingin selalu tampil di depan dengan segala penampilan. Hari kemenangan yang akan datang ini sebagai sebuah pertunjukan, mendapatkan pengakuan dari orang sekitar, dari tetangga dan kolega. Jika sekarang sudah sukses dalam hal materi yang dulunya ketika mudik naik angkutan umum, tahun ini sudah bisa membawa mobil sendiri.
Begitulah ritme kehidupan saat ini, jika ingin berkembang maka harus berani ambil hutang di bank, itulah fakta kehidupan saat ini. Tampilan luar lebih diprioritaskan ,lebih diutamakan. Ada sedikit ilustrasi terkait pembelian sepeda motor, dan apapun itu, baik pakaian atau sebangsanya.
Semisal kita beli sepeda motor dengan harga : Rp 19 juta, uang muka : Rp 2 juta. Masa angsuran: 3 tahun = 35 bulan. Angsuran/bulan : 867 ribu. Rincian hitungannya. 867,000 x 35 = 30,345,000 Di tambah uang muka 2 juta total jumlahnya 32,345,000, itu harga motor kalau di kredit. Padahal harga motor tadi cuma 19 juta.
Saya ber angan-angan, berpikir dan melamun pada diri sendiri. Beli motor yang harganya 19 juta dengan harga 32 juta…? Misal kita bayar lancar dan 3 tahun kedepan jadi hak milik . Seandainya itu motor dijual kira-kira laku berapa…? Paling tinggi 12 juta. Dari selisih harga cash dan kredit sudah rugi 13 juta di tambah lagi 7 juta dari penyusutan harga barang, total kerugian sudah 20 juta. Nah kita mau bayar 32,345,000 untuk sebuh barang yang harganya 12 juta di saat barang itu sah menjadi milikmu…?
Banyak dari kita yang lebih mengedepankan gengsi dalam memenuhi tuntutan gaya hidupnya. Parahnya gaya hidup itu terlalu dipaksakan. Sebenarnya kalau kita mau berfikir, sabar dan ikhtiar sedikit lebih keras pasti akan ada solusi. Jangan karena kita “kepanasan” oleh teman atau tetangga kita yang memiliki ini dan itu, kita jadi lupa akan kebutuhan kita yang sesungguhnya. Kebutuhan dan keinginan itu berbeda jauh. Bergayalah sesuai dengan isi dompet.
“Pa…jika nulis ya mbok rada dimasukkan akal gitu, kan yang kamu tulis itu sudah mayoritas dijalankan dan di amini oleh masyarakat umum dan khusus, lha wong ibadah umroh dan haji saja bisa dikreditkan apalagi motor dan mobil dan rumah, “
Selalu saja istri saya nyeletuk tak karuan dengan apa yang saya tulis. Memang fenomena kredit sudah mandarah dan mendaging dan menulang, tak dapat di pisahkan atau pun di tinggalkan. Hanya orang-orang penakut dan tak punya keberanian saja yang bisa menepis janji manis per kreditan.
(Niam At Majha)