Bagaimanapun Itu ; Anak Harus Merdeka
Oleh : Inayatun Najikah
Perempuan dan laki-laki yang belum menikah ataupun sudah, selamanya akan menyandang status sebagai seorang anak bagi kedua orang tuanya. Meski usianya kian hari makin dewasa; namanya anak tetaplah anak. Meski dari segi apapun baik pendidikan atau jabatan jauh lebih tinggi dibanding orang tuanya. Akan tetapi hal itu tak lantas membuatnya untuk dapat bersikap sewenang-wenang terhadap orang tuanya.
Jasa orang tua tak akan pernah terganti sepanjang masa. Bagi saya pahlawan tanpa tanda jasa itu tak hanya tersemat untuk para guru; melainkan untuk kedua orang tua kita juga. Karena memang pada dasarnya orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya. Perilaku dan tutur kata seorang anak tergantung bagaimana didikan orang tuanya.
Saya mengamini jika sedari kecil para orang tua senantiasa mendidik dan mengasuh anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Mereka menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Meski dibalik itu yang sebenarnya terjadi adalah orang tua harus bekerja keras dan berusaha mati-matian untuk siap sedia mengabulkan apa yang diinginkan anak-anak.
Bahkan terlalu sering kita menjumpai kisah perjuangan orang tua untuk memenuhi semua keinginan sang anak yang begitu memilukan. Sebab karena rasa sayang yang membuat mereka rela melakukan apa saja. Dalihnya adalah mereka yang meminta anak kepada Tuhan, maka bagaimana caranya mereka menjaga dan merawat anak itu dengan sebaik-baiknya.
Namun tanpa disadari rasa sayang yang terlalu berlebihan itu terkadang menjadi alasan untuk membatasi gerak si anak itu sendiri. Begitu juga dengan pola asuh yang sedari kecil selalu menuruti apa yang diinginkan anak, maka kelak jika ia telah menginjak dewasa akan selalu meminta kepada orang tuanya. Mereka akan ketergantungan dan sulit untuk bersikap dewasa.
Meski kita pun tahu bahwa kedewasaan seseorang bisa dipengaruhi oleh apa saja termasuk keadaan. Bukan hanya sebatas usia saja. Lalu bagaimana jika hal itu tak dapat tercapai. Maka yang terjadi akan sangat berbahaya jika sifat ini terbawa hingga ketika anak-anak telah memutuskan untuk menikah. Yang mana orang tuanya pasti akan ikut mencampuri urusan keluarga barunya.
Maka menurut saya pola asuh yang efektif adalah senantiasa mengajak anak untuk berdialog. Tentang apapun dan dalam menghadapi situasi yang bagaimanapun. Jangan menganggap anak adalah makhluk kecil yang lemah. Yang tahunya hanya meminta dan terus meminta. Jika ada dialog yang baik, maka anak pasti akan memahami dengan sendirinya.
Mengajarkan anak bersikap mandiri sejak kecil menurut saya itu baik. Mandiri bukan berarti lantas dibiarkan begitu saja lho ya. Kita masih bisa membatasi dan memberikan pemahaman dengan bahasa yang baik kok. Semisal saat anak menangis minta es krim padahal saat itu ia tengah sakit, maka bahasa yang tepat untuk menanggapi hal tersebut yaitu,
“Adik boleh minum es krim, tapi nanti saat sudah sembuh ya”
Namun terkadang kita menanggapinya dengan bahasa yang keras. Contoh;
“Jangan minum es krim. Adik sakit kan gara-gara kebanyakan minum es krim.”
Lebih enak yang mana mengucapkannya. Atas atau bawah. Terlebih dari semua itu, yang perlu saya garis bawahi, celoteh kali ini barangkali tak semua orang tua mampu melakukannya. Sebab karena kondisi dan situasi yang memang benar-benar tak memungkinkan mengasuh anaknya sendiri. Namun saya meyakini bagaimanapun pola asuh yang diterapkan, setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.