Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Tokoh » Mbah Hasyim Mengantar Santrinya ke Kajen

Mbah Hasyim Mengantar Santrinya ke Kajen

  • account_circle admin
  • calendar_month Kam, 13 Apr 2017
  • visibility 8
  • comment 0 komentar

Siapa sih yang tak kenal Hadratussyaikh Mbah Hasyim Asy’ari, kakek Gus Dur, pendiri NU, dan “sumber” ilmu dari sejumlah kiai besar di Jawa itu?
Sudah pasti ada banyak kisah tentang kiai besar ini. Sebagian besar kisah tentang beliau sudah pasti pernah dituturkan, baik oleh para muridnya atau oleh orang-orang lain yang pernah mengenal sosok ini.
Tetapi akan selalu ada “little narrative”, kisah-kisah kecil tentang Mbah Hasyim yang masih tersembunyi di balik memori para muridnya dan belum diketahui oleh banyak orang.
“Little narrative” tentang Mbah Hasyim itu saya jumpai saat lebaran tahun ini, saat saya “sowan” ke rumah Kiai Muadz Tohir, guru yang mengajari saya bahasa Inggris di Madrasah Mathali’ul Falah, Kajen, Pati, dulu.
Kiai Muadz adalah putera Kiai Thohir bin Nawawi, Kajen. Saat saya berkunjung ke rumahnya Lebaran tahun ini, Kiai Muadz menuturkan sebuah “little narrative” tentang Mbah Hasyim yang saya yakin belum banyak diketahui oleh orang. Kisah yang sangat menarik.
Beginilah kisahnya.

Kiai Thohir, ayahanda dari Kiai Muadz, dulu pernah nyantri di Tebuireng, di bawah asuhan Mbah Hasyim. Dengan kata lain, Kiai Thohir adalah santrinya Mbah Hasyim.
Beberapa tahun nyantri, Thohir muda belum banyak mengalami perkembangan. Dia tak terlalu pintar menyerap pelajaran dari Mbah Hasyim. Istilah pesantrennya, “dhèdhèl” (not so smart).
Suatu hari, Mbah Hasyim ada hajat untuk menghadiri undangan dari Kiai Romli di Peterongan, Jombang. Lalu, Mbah Hasyim memanggil santri yang tak terlalu pintar bernama Thohir itu. Mbah Hasyim memintanya untuk menggantikan beliau mengajar kitab Bulughul Maram (kitab kumpulan hadis yang sangat populer di seluruh dunia Islam).
Tentu saja Thohir muda kaget bukan main dan sekaligus panik. Dia merasa sebagai santri yang bodoh. Dia bahkan merasa belum mampu baca kitab berbahasa Arab. Tetapi dia, tentu saja, tak mungkin menolak perintah guru.
Akhirnya, dengan keringat dingin yang bercucuran, Thohir muda memaksa diri mengajar kitab Bulughul Maram. Yang membuat Thohir muda kaget, ternyata Mbah Hasyim tidak “tindakan” (pergi) mendatangi undangan, malah ikut menunggui dia mengajar.
Di luar dugaan, Thohir muda, dengan ditunggui Mbah Hasyim, mampu mengajarkan kitab itu dengan lancar. Tentu dia sendiri kaget. Setelah itu, Mbah Hasyim meminta santri Thohir untuk mengajarkan kitab Bulughul Maram.
Kocap kacarita, singkat cerita, Thohir muda menjadi salah satu murid kesayangan Mbah Hasyim.
Saat boyongan ke Kajen, Mbah Hasyim ikut mengantar Kiai Thohir sampai ke rumahnya. Mbah Hasyim, saat itu, ingin “iras-irus” (sekalian) bertemu dengan Mbah Salam, kakak dari Mbah Nawawi. Mbah Nawawi adalah ayahanda Kiai Thohir. Sementara Mbah Salam adalah ayahanda dari Mbah Abdullah Salam, kiai yang sangat dihormati dan dikenal sebagai wali di Jawa Tengah.
Mbah Hasyim tidak sekedar mengantar Kiai Thohir sampai ke rumahnya di Kajen. Tetapi juga memberikan “suvenir” atau kenang-kenangan berupa tiga kitab hadis besar-besar.
Tiga kitab itu ialah Sahih Bukhari, Syarah Qasthallani (salah satu komentar [syarah] yang terkenal atas Sahih Bukhari) dan Muwatta’ (kumpulan hadis karya Imam Malik, pendiri mazhab Maliki).
Ketiga kitab ini dihadiahkan oleh Mbah Hasyim kepada santrinya yang baru boyongan itu sebagai semacam apresiasi intelektual atas kemampuan Thohir muda.
Mbah Hasyim tidak sekedar menghadiahkan tiga kitab itu, tetapi juga membubuhkan autograf atau tanda tangan disertai sebuah ucapan.
Mendengar kisah Kia Muadz ini, saya langsung menyergah, “Boleh saya melihat tiga kitab itu, Pak Muadz? Saya ingin sekali melihat tulisan tangan dan tanda tangan Mbah Hasyim.”
Sayang sekali kitab itu tidak disimpan di rumah Kiai Muadz. Melainkan di rumah kakaknya, alm. Kiai Muzammil.
Dalam hati saya berkata: Suatu saat saya pasti akan mendatangi putera Kiai Muzammil dan melihat sendiri “suvenir” yang dihadiahkan oleh Mbah Hasyim itu.
Ada kisah lain yang dituturkan oleh Kiai Muadz tentang kunjungan Mbah Hasyim ke Kajen itu.
Seperti saya tuturkan sebelumnya, selain ingin mengantar santrinya boyongan ke dusunnya, Mbah Hasyim “karonto-ronto” (bersusah-payah) datang ke Kajen juga untuk bertemu dengan Mbah Salam, paman dari Kiai Thohir.
Usai sowan ke Mbah Salam, dalam perjalanan pulang ke rumah Kiai Thohir, Mbah Hasyim menangis “sesenggukan”. Mbah Nawawi, ayahanda Kiai Thohir, yang menemani Mbah Hasyim sowan ke “ndalem” (rumah) Mbah Salam, bertanya:
“Kenapa njenengan menangis, Yai?”
Jawab Mbah Hasyim: Ada satu hal yang tak pernah berhasil saya lakukan tetapi dikerjakan oleh Mbah Salam. Aku iri.
“Apa itu, Yai?” tanya Mbah Nawawi.
“Mbah Salam masih sempat mengajar anak-anak kecil. Padahal beliau itu kiai besar. Sementara saya yang ilmunya tak seperti Mbah Salam tak sempat mengajar anak-anak.”
Saat sowan ke rumah Mbah Salam, Mbah Hasyim memang melihat beliau mengajar anak-anak kecil. “Mu’allim al-sibyan,” mengutip kata-kata Kiai Muadz.
Saat mengisahkan kisah ini kepada saya, Kiai Muadz menambahkan komentar kecil yang sarat sindiran dan secara ironis bernada “self-mocking”. Kata Kiai Muadz, “Sementara kita-kita ini sekarang gengsi jika ngajar anak-anak.”
Mendengar komentar itu, saya tertawa getir. Dalam hati saya berbisik, “Sekarang ini kita memang cenderung jaim!”
Di ujung kisah itu, saya berteriak kepada Kiai Muadz:
“JADI, KIAI MUADZ, MBAH HASYIM PERNAH MENJEJAKKAN KAKINYA DI RUMAH YANG NJENENGAN TINGGALI INI?”
“Ya,” jawab Kiai Muadz lirih.
Saya langsung menengok ke belakang, dan melihat foto Kiai Thohir tergantung di kamar tamu Kiai Muadz. Dengan bergegas saya langsung minta izin pada Kiai Muadz untuk mengabadikannya di hp saya.
Jepret. Jepret. Jepret.
“Ini,” kata Kiai Muadz, “adalah foto yang diambil saat ayah saya menjadi pegawai KUA. Tapi ayah saya tak tahan jadi pegawai. Beliau cuma bertahan selama tiga bulan saja.”
Memang “trah” Kiai Thohir adalah trah kiai. Tak cocok menjadi pegawai negeri.
Mari kita hadiahkan Fatehah untuk Mbah Hasyim, Mbah Salam, Mbah Nawawi, Kiai Thohir dan Mbah Dullah Salam.(Repro Fb. Ulil Abhsor Abdala)
  • Penulis: admin

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Baiti Jannati

    Baiti Jannati

    • calendar_month Sen, 10 Apr 2017
    • account_circle admin
    • visibility 9
    • 0Komentar

    Rumah adalah tempat untuk pulang; di rumah kita bisa merasakan surga dan neraka. Tergantung bagaimana kita bersikap dilingkungan keluarga saat berada di rumah. Bisa dikatakan rumah sebagai pelepas lelah saat kita seharian mencari rizki di luar, maka dari itu rumah akan menjadi tempat yang paling indah untuk dirindukan.  Buku  bertajuk Amalan Amalan Rumahan Berpahala Surgal […]

  • NU Jangan Jadi Macan Ompong

    NU Jangan Jadi Macan Ompong

    • calendar_month Rab, 25 Mei 2022
    • account_circle admin
    • visibility 12
    • 0Komentar

    Oleh : Dr. Jamal Makmur Asmani* KH. Ubaidullah Shodaqah, Rais Syuriyah PWNU Jateng, saat halal bi halal PCNU Pati (Selasa, 24 Mei 2022) di kantor PCNU Pati memberikan warning kepada seluruh elemen NU agar NU jangan menjadi macan ompong. Besar kuantitasnya, tapi tidak mempunyai kualitas kompetitif yang dibanggakan dan dihormati pihak lain. Sudah saatnya NU […]

  • PCNU-PATI

    Ngaji Posonan di PAC Gunungwungkal

    • calendar_month Sen, 27 Mar 2023
    • account_circle admin
    • visibility 5
    • 0Komentar

    Pcnupati.or.id- GUNUNGWUNGKAL – PAC Fatayat NU Gunungwungkal mengadakan kegiatan ngaji posonan yang dilaksanakan setiap hari Jumat, Ahad, dan Selasa selama bulan Ramadhan. “Kegiatan ini diikuti oleh seluruh anggota Fatayat NU kecamatan Gunungwungkal, baik pengurus maupun anggota ranting. Ngaji posonan tersebut bertempat di masjid Daarul Muttaqin Desa Ngetuk” jelas Hariati Ketua PAC Fatayat Gunungwungkal Kegiatan ini […]

  • Santri Darul Hadlanah Waturoyo Ikuti Webinar Bersama Wakil DPR RI

    Santri Darul Hadlanah Waturoyo Ikuti Webinar Bersama Wakil DPR RI

    • calendar_month Sen, 30 Agu 2021
    • account_circle admin
    • visibility 10
    • 0Komentar

    Para santri Darul Hadlanah antusias mengikuti Gebyar Muharram 1443 Halaqah Majelis Ta’lim, Minggu (29/8) kemarin MARGOYOSO – Munggu (29/8), puluhan santri Panti Asuhan Darul Hadlonah, Waturoyo, Margoyoso menjadi peserta dalam Gebyar Muharram 1443 H Halaqoh Majelis Ta’lim (HMT). Kegiatan yang dilaksanakan secara virtual ini dihadiri oleh wakil ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar.  Antusiasme santri terlihat […]

  • Abadiyah Juara Umum Pagar Nusa Cup 2019

    Abadiyah Juara Umum Pagar Nusa Cup 2019

    • calendar_month Ming, 28 Jul 2019
    • account_circle admin
    • visibility 7
    • 0Komentar

    Persatuan Silat Pagar Nusa NU dari Yayasan Abadiyah Gabus, meraih juara umum pertama dalam Kejuaran Pecak Silat Pagar Nusa Cup 3 Tahun 2019.  Raihan ini mengungguli PN Al Ghozaliyah dan PN Cimande Dukuhseti yang berada diurutan kedua dan ketiga. Seperti diberitakan sebelumnya, Persatuan Pecak Silat Pagar Nusa Kabupaten Pati menggelar Kejuaran Pencak Silat Pagar Nusa […]

  • PCNU-PATI

    Khatmul Qur’an TPQ Se-Kabupaten Kudus Upayakan Generasi Qur’ani

    • calendar_month Rab, 26 Okt 2022
    • account_circle admin
    • visibility 7
    • 0Komentar

    Kudus – Badan Koordinasi Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (Badko LPQ) melaksanakan kegiatan Khatmul Qur’an santri-santri TPQ Se-kabupaten Kudus yang diwakili sembilan kecamatan masing-masing 30 santri. Adapun kegiatan bertempat di serambi Masjid Agung Kudus pada Kamis pagi (26 Oktober 2022) itu dihadiri oleh Forkopimda Kudus, Ketua Kankemenag didampingi Kasi PD. Pontren, Ketua MUI Kabupaten Kudus, para Kepala […]

expand_less