Pak Bon

Oleh : Niam At Majha
Di perusahaan dimana saya pimpin. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan pendidikan dan jasa keagamaan yang selalu ramai dengan berbagai aneka macam kegiatan. Baik kegiatan sederhana atau pun yang formal dan non formal hampir setiap minggunya selalu ada.
Ketika akan melaksanakan kegiatan tersebut tentu tak lain harus menggunakan jasa dari Pak Bonar, orang yang berperan penting dalam perusahaan yang saya jalankan. Orangnya serba mau, bersih bersih, mulai menyapu halam kantor, hingga mengepel kantor dari langit atas hingga bawah. Pekerjaan yang Pak Bonar laksanakan tak pernah main main, meskipun gaji yang ia terima terkadang main main.
Salah satu alasan saya menulis mengenai dirinya, karena selama ini saya tak pernah menganggap keberadaannya. Saya memanggilnya, bersapa dengannya saat ketika membutuhkan saja, selain itu keberadaan nya seakan tak ada. Bahkan peran pentingnya pun tak pernah saya apresiasi. Bertanya pun saya tak pernah, sekadar basa basi saja, seperti hari ini ada kabar apa? Bagaimana kondisi keluarga? Bulan ini sudah dapat gaji bulanan lebih awal atau belum? atau pada saat jam jam makan; sudah makan belum? dan lain sebagainya, dan seterusnya, begitulah selanjutnya.
Singkat cerita, ia bekerja di perusahaan ini sudah lama, berpuluh-puluh tahun. Dedikasinya serta loyalitas di pada perusahaan tak usah di ragukan lagi. Apa pun yang berkaitan dengan perusahaan ia siap siaga, antar jaga. Tak pernah sedikit pun ia mengeluh akan semua yang dikerjakan, multitalenta dalam urusan pekerjaan. Serba bisa dan serba mau.
Meskipun begitu, saya jarang sekali bertutur sapa dengannya, sekadar bercerita hal hal remeh temen pun saya tak pernah melakukan nya. Akan tetapi pada kesempatan ini, saya harus berinteraksi terhadapnya, berkomunikasi, berdiskusi banyak hal, minta tolong akan keahliannya dan lain lain. Pada awalnya saya gengsi atau pun menapik akan keahliannya; dan sempat berfikir masak setelah pimpinan perusahaan yang mempunyai puluhan cabang di kabupaten kota dan kecamatan kecamatan, harus meminta tolong kepada tukang bersih bersih yang tak level dari segi mana pun.
“Mas mbok nyadar selain makhluk induvidu kita juga mahluk sosial” Celetuk teman saya yang ternyata sen dari tadi mengamati saya yang duduk sendirian dalam sebuah lamunan.
Saya pun tersentak kaget dengan apa yang di ucapkan teman saya tersebut. Sebab kedudukan, jabatan, kekayaan, telah sedikit membutakan hati saya. Saya pun menjadi pilah pilih dalam bercengkrama dengan orang lain. Bahkan sempat terbesit dalam benak saya yaitu ketika saya berteman, bergaul dengan orang saya harus dapat manfaat dari orang tersebut; tepatnya memanfaatkan. Sungguh naif bukan?
Dan hari ini Tuhan telah menyadarkan saya kembali, yaitu sebagai pemimpin saya tak boleh pilah dan pilih, harus ramah, ringan tangan dan lain sebagainya. Sehingga apabila disaat membutuhkan bantuan orang lain kita tak akan canggung atau pun lainnya. Dari kejadian tersebut saya tak perlu lagi pura pura baik, sok baik, sok perhatian terhadap Pak Bonar.
Maka dari itu, ketika saya dan Anda saat bersapa dengan orang, saat bertutur sapa dengan karyawan, tukang pel, tukang bersih bersih dengan hati yang bersih, tanpa alasan apa pun. Berbuat baik lah dengan posisi apa saja. Jangan kita berbuat baik karena orang tersebut berbuat baik pada kita. Sebab ajaran agama yang saya dan Anda anut mengajarkan berbuat baiklah kepada sesama.