Oleh : Inayatun Najikah
Ada sebuah kesalahan ketika saya menulis tentang suatu isu untuk dimuat pada tulisan kali ini. Sang editor tak memperbolehkan tayang, entah sebab apa saya pun tak dibagi tahu. Maka dengan amat terburu-buru karena waktu yang begitu mepet, kiranya tulisan ini nanti jika alurnya kesana kemari, harap dimaklumi.
Kembali berbicara soal dunia anak-anak. Saya ada banyak pengalaman bersama para sepupu, tentu anda sekalian telah membaca beberapa tulisan saya mengenai hal itu kan. Namun disini saya ingin berbagi cerita tentang kejadian yang menimpanya.
Saat itu dia tengah berlari-lari dihalaman rumah saya. Kebetulan depan rumah itu langsung jalanan. Ketika dia sedang asyik berlari, entah karena tersandung kerikil atau apa tiba-tiba jatuh. Dan menangislah dengan amat kencang sekali. Maklum anak-anak kan. Padahal sebelumnya juga sudah diwanti-wanti ibunya agar ia tak lari-lari.
Ketika ia menangis itu, dengan spontan ibunya berkata dengan nada yang cukup tinggi. Bukan memeluk atau bertanya mana yang sakit, akan tetapi ngedumel menyalahkan anaknya yang tak mau diam itu. Saya hanya melihat tak mau ikut campur. Anehnya saya tak ikut-ikutan memarahi, justru malah memeluk ponakan saya.
Saya memeluknya sambil berkata,
“Apakah sakit? Dimana sakitnya? Ya sudah tak apa. Besok-besok kalau main lebih hati-hati ya.”
Setelah saya mengucapkan kalimat itu, saya malah merasa aneh dengan diri saya sendiri. Kenapa saya begini? Padahal dulu ketika ada ponakan main dan menangis saya marah sebab ia tak mau patuh dan menurut. Namun ajaibnya ketika saya berkata demikian, ia langsung berhenti menangis kemudian bercerita pasal yang dirasakannya.
Dari situ saya menyadari bahwa tangisan anak kecil rupanya tak bisa kita hentikan dengan kemarahan. Sebaliknya jika kita bersikap dewasa dan tetap ramah, ia akan menurut dengan sendirinya. Dan ternyata tak mudah mengasuh anak itu. Diperlukan ilmu dan ketelatenan. Jadi memang benar menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal yang boleh dianggap sebelah mata.
