Berkesadaran
Oleh : Inayatun Najikah
Pernahkah kalian merasa bahwa apa yang dilakukan orang tua kita justru malah membuat kita semakin tak bahagia? Meski dalilnya itu didasarkan untuk kebaikan kita? Atau pernahkah kalian merasa terbebani dengan permintaan-permintaan orang tua karena menganggap kita sudah dewasa dan seharusnya bisa mengabulkan segala keinginan tersebut?
Salah satu yang menurut saya beban adalah dengan pertanyaan kapan menikah. Saya sendiri sempat heran. Yang menikah dan menjalaninya siapa, yang grusa-grusu dan ingin cepat-cepat siapa. Bapak, Ibu dan semua keluarga, bahkan teman-teman dan beberapa rekan kerja menginginkan saya untuk segera menikah. Sebenarnya saya pun tak keberatan dengan permintaan itu, namun jika sudah memaksa itu yang saya tak suka.
Mereka selalu memakai alasan tunggu apalagi, usia kita sudah beranjak tua. Nanti kamu kalau tak bisa punya anak gimana. Dan sebagainya. Selalu begitu. Kadang saya sampai merasa risih. Memang, apa yang mereka sampaikan tersebut tak sepenuhnya salah, tetapi mbok ya jangan memaksakan kehendak pribadi terus menerus to.
Jika saya diberikan kesempatan bertanya, apakah posisi saya saat ini menjadi beban untuk mereka? Apakah mereka merasa malu karena masih menampung dan berinteraksi dengan seorang gadis yang tak kunjung menikah, terlebih gadis-gadis seumuran lainnya sudah menikah? Atau apakah mereka bisa menjamin jika menuntut saya untuk segera melepas masa lajang tersebut nantinya akan bisa membuat saya lebih bahagia?
Saya yakin jawabannya tentu tidak. Mereka hanya menempatkan dan memaksa saya untuk memenuhi standarisasi yang telah dibentuk oleh masyarakat tanpa bertanya tentang dan bagaimana kondisi serta keinginan saya. Mereka lebih melihat saya sebagai seorang anak perempuan yang tak bisa apa-apa dan harusnya tunduk saja pada standarisasi tersebut. Mereka tak melihat saya sebagai manusia pada umumnya yang boleh memiliki kesempatan untuk memilih sendiri jalan hidup yang saya inginkan.
Hari ini saya bahagia menikmati perjalanan hidup dengan lebih banyak berlatih berkesadaran. Sebab melalui latihan-latihan tersebut saya merasa tenang, dan menemukan sebuah kebahagiaan. Meski jalan yang saya pilih ini berbeda dari apa yang kebanyakan teman-teman saya lalui, tapi itu nyatanya tak membuat saya putus asa.
Bagi saya hidup berkesadaran tanpa menuntut dan memaksa diri harus sesuai standarisasi masyarakat yang ada adalah bentuk syukur dari apa yang diberikan gusti Allah.