WA dan Saluran Menuju Tuhan

Oleh: Maulana Karim Sholikhin*
Selasa (25/10) kemarin, sejak pukul 14.00, jejaring sosial WhatsApp atau WA seperti tak bernyawa selama beberapa jam. Khalayak warga WA pun bersedih hati.
Kesedihan ini tentu bukan tanpa alasan. Ketergantungan manusia Indonesia terhadap aplikasi ini memang begitu besar. menurut Bussiness of Apps, Pengguna WA di negara +62 mencapai 112 juta kepala.
Urusan bisnis sampai percintaan semua pakai WA. Tak heran jika banyak hal tersendat akibat anak perusahaan Meta ini di takedown.
Bahkan mungkin ada yang putus hubungan akibat telat jawab ‘love you too’ pas doi ngirim chat ‘i love you’. Pihak yang melakukan takedown mungkin tak berfikir sejauh itu.
Tapi, kalau hanya putus hubungan cinta, solusinya tak terlalu ruwet. Justru pecinta bisa lolos dari keruwetan doi yang over protektif, misalnya.
Namun bayangkan jika hubungan itu terjadi antara sopir dan majikan. “Pak, tolong jemput saya di depan Kantor NU sekarang, ya.” Namun pesan itu tak terkirim akibat WA takdown, dan sang sopir tak tau menau soal jemput menjemput.
Akibatnya, jika si Bos punya riwayat Sindrom Orba, bisa-bisa pak sopir sudah tidak kerja lagi besok. Fatal bukan?
Nah, sekarang kita analogikan jika majikan atau kekasih kita itu adalah Tuhan. Sudah berapa lama kita tidak WA-an dengan-Nya? Sudah sejak kapan hubungan kita dengan Dia kita takedown secara sepihak? Dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Perihnya, diam-diam Dia masih sangat peduli pada kita. Setidaknya, Dialah yang menggerakkan kita untuk membaca esai ini sampai khatam.[]
*Penulis merupakan pendidik di Ponpes Shofa Az Zahro’ dan MI Hidayatul Islam Gembong