Melihat dengan Cinta
Beberapa hari yang lalu saat saya pulang dari bekerja, ada notifikasi pesan whatsapp masuk. Sejenak saya diamkan karena harus mandi dan lainnya. Setelah agak luang, saya mencoba membuka pesan tersebut. Ternyata dari bulek (adiknya bapak) yang mengirimkan sebuah video.
Dalam video tersebut memperlihatkan seorang mubaligh tengah memberikan ceramah berupa nasihat agar tak menyimpan dendam sebab sakit hati. Saya mengamini apa yang disampaikan sang mubaligh tersebut. Kita sebagai manusia pasti pernah merasakan sakit hati. Entah karena cinta yang bertepuk sebelah tangan, didzolimi oleh orang-orang yang ingin mendapat jabatan atau karena dipaksa menurut perintah orang tua atau karena hal lainnya.
Sakit hati adalah sebuah penyakit. Jika dibiarkan maka akan menggerogoti hati yang dapat menimbulkan rasa benci dan berkembang menjadi sebuah dendam. Saat sedang mengalami sakit hati, maka yang patut kita lakukan adalah menerima keadaan se-apa adanya dan belajar ikhlas serta legowo. Jika kita tak menyadari hal ini, maka yang terjadi adalah sengsara dikemudian hari.
Video yang berdurasi hampir satu menit tersebut, saya simak dengan seksama. Tampaknya materi yang disampaikan akan senantiasa relevan sepanjang masa. Penyebab sakit hati adalah kepercayaan yang terlalu tinggi akan angan yang kita ciptakan sendiri. Cobalah mengerti dan memahami bahwa manusia tercipta dengan berbagai macam rupa, karakter, dan kepribadian.
Saya teringat sebuah cerita. Waktu itu ibu tengah menasihati saudara saya yang beberapa hari terakhir ini menginap di rumah. Tak hanya ibu, paman, nenek semua ikut terlibat memberikan nasihat. Karena sudah jenuh dengan laporan tetangga tentang kelakuan saudara saya ini. Tampaknya nasihat yang diberikan hanyalah dianggap semacam angin semata. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Sebab saking seringnya nasihat yang diutarakan, namun tindakan tak juga kunjung ada perubahan.
Diwaktu yang lain, ibu tengah berbicara saat saya dan adik tengah bersantai didepan televisi. Ibu bercerita panjang lebar tentang kenakalan-kenakalan yang dibuat oleh saudara kami tersebut. Meski menurut saya kenakalannya terlihat biasa saja, seperti pulang larut malam, sering menongkrong di warung kopi, tapi hal itu membuat ibu dan keluarga yang lain merasa tak nyaman sebab saban hari selalu ada tetangga yang melapor.
“Orang kalau sudah membenci sesuatu, sampai kapanpun akan tetap seperti itu. Tak ada kebaikan dalam pandangan orang yang membenci.”
Kurang lebih begitu terjemahan apa yang diucapkan adik. Jelas saya kagum padanya. Dia yang baru menginjak usia anak belas tahun sudah pandai dan lantang berucap seperti itu.
Terakhir yang ingin saya sampaikan adalah pandanglah sesuatu dari kacamata cinta. Menyadari bahwa sakit hati adalah sebuah penyakit, maka untuk menyembuhkannya adalah dengan diobati. Saat sedang membenci sesuatu, usahakan hanya sementara waktu. Jangan biarkan berlarut-larut. (Inayatun Najikah)