Jalan-Jalan (Berlubang)
Oleh : Niam At Majha
Beberapa hari ini hujan terus berdatangan. Tanpa bilang-bilang, akan tetapi meninggalkan sebuah kenangan yaitu banyak jalan yang berlubang. Jalan berlubang sebab curah hujan yang berharian; bukan sebab tikus berdasi yang melubangi jalan. Kondisi tersebut tentu sangat tak mengenakkan bagi penghuni jalan—termasuk saya dan Anda. Tapi bagaimana lagi saya dan Anda hanya bisa menggerutu ketika mendapati Jeglongan atau pun ban kepes saat kena lubang dan lain sebagaimanya. Mau protes bagaimana, tak bersuara bagaimana lagi. Hal tersebut sudah menjadi lumrah ataupun biarlah.
Perihal tentang jalan-jalan berlubang; teman saya yang nota bene sebagai aktivis media, berusaha bersuara, membuat berita tentang kondisi-kondisi jalan penghubung antar desa, pembatas antar kecamatan. Bahkan lebih dari itu perantara antar kota pun sama, yaitu berlubang.
“Itulah kearifan lokal kita mas, kalau jalan kita tak berlubang, mulus nanti kita kaget, ini bener di Indonesia atau bukan ya?”
Saat lagi serius-seriusnya diskusi tanpa solusi teman saya nyeletuk dengan sekenannya. Perihal proyek abadi perbaikan jalan dengan tambal sana, tambal sini, sana sini saling tambal tak karuan. Setelah tambalan selesai hujan semalam hilang semua apa yang ditambal.
“Lha bagaimana lagi mas, yang penting kan sudah berusaha untuk memperbaikan jalan yang rusak jalan yang berlubang. Dan apabila ada hujan kan menjadi bencana alam to? Toh manusia hanya bisa berusaha, berikhtiar semampunya dan soal hasil itu kan menjadi urusan ke sekian.”
Benar apa yang dikatakan teman saya tersebut; manusia mampu berusaha. Soal hasilnya akan dipikirkan belakangan. Orang-orang yang memperbaiki jalan hanya memperbaiki jalan. Jadi tak ada anggaran untuk mengeruk atau membuat gorong-gorong dipinggir jalan untuk air mengalir.
“Jalan rusak ditambal—diperbaiki, diaspal tapi tempat mengalirnya air tak dibikin tak diperbaiki kan sama saja, air hujan yang deras akan mengalir ditengah jalan hal tersebut akan merusak jalan yang sudah diperbaiki, “
“Soal tersebut bukan menjadi urusan saya mas., plus saya tak punya suara untuk mengatakan hal tersebut, yang penting saya bisa bekerja dan bekerja memperbaiki jalan yang berlubang”
Beginilah, begitulah; bagaimana pun ini adalah bentuk kearifan lokal yang ada di negara tercinta kita. Jika dulu kita berjuang melawah penjajah, sekarang saya dan Anda harus berjuang melewati jalan yang berlubang.