Bukan Pejabat, Ekspektasi Rakyat yang Salah
Oleh : Maulana Karim Sholikhin*
Kopka Azmiadi, TNI yang baru saja memperoleh kenaikan jabatan pesat sebagai Sersan Dua di Mabes TNI Angkatan Darat. Kejadiannya bermula saat Azmiadi yang merupakan Anggota Babinsa Koramil/02 Sungai Pinang, Kodim 0901 Samarinda sukses mengurai kemacetan yang terjadi selama 16 jam.
Kokap Azmiadi dengan inisiatifnya, menggadaikan sepeda motor untuk menyewa eskavator guna mengevakuasi truk penyebab kemacetan. Dana yang ia gelontorkan guna menyewa alat berat tersebut pun tak tanggung-tanggung untuk kelas Babinsa, yaitu sebesar 22 juta rupiah. Wow!.
Kisah semacam ini memang sangat menyentuh qalbu Rakyat Indonesia sebab pengabdian seserius Azmiadi memang sudah langka. Aparat pemerintah yang diharapkan menjadi pengayom publik, bekerja intens melayani rakyat layaknya barang antik di negeri ini. Pak Azmiadi bukan hanya oase di padang pasir, tapi dia seperti sungai air bening di daratan Mars.
Betapa tidak! Di lapangan, sudah jadi rahasia umum, oknum petugas kesehatan yang membentak-bentak rakyat kecil pas tanggal tua, oknum pegawai dinas yang kerjanya main PUBG, Kades dan Guru ASN yang konangan enak-enak di sebuah hotel dan ratusan kasus KKN yang dimotori pejabat, mau tak mau membuat kepercayaan publik remuk redam.
Hanya saja, kalau boleh jujur, perulaku menyimpang para pejabat tidak sepenuhnya salah mereka. Ekspektasi kita lah yang terlalu tinggi. Sudah tau banyak oknum pelayan publik yang kerjanya gitu-gitu aja, plus akhlaknya yang cuma nol koma, eh, kita masih berharap integritas.
Kita juga lupa, kalau kita pernah menyogok petugas di di sebuah instansi untuk menyalip antrean. Apalagi pas musim politik. Ekspektasi kita, punya pemimpin yang amanah, jujur, sayang rakyat dan nggak main uang. Tapi kita lalai berapa banyak amplop yang kita terima dari Caleg atau calon Kades tempo hari.
Logika, ekspektasi dan langkah konkret kita mengalami tabrakan hebat yang membuat hari-hari kita terluka parah. Manusia Indonesia kebanyakan sadar akan luka, namun lupa bahwa kita pula lah yang dengan sengaja menabrakkan diri dalam situasi itu.
Perilaku tepat (menurut penulis) yang layak diambil ialah istighfar yang banyak dan berkomitmen menghentikan kesalahan masa lampau, jangan tergiur amplop.
Satu hal lain yang tak kalah urgent, tingkah Pak Azmiadi dan aparat-aparat yang seperti beliau harus viral di media-media sosial. Jangan sampai Pak Azmiadi dan fiends kalah populer dengan oknum para pejabat yang bejat, hidden cam yang merekam sopir truk yang terpaksa menyuap petugas, pun oknum pelayan kesehatan yang ramahnya pas tanggal muda saja.
Satu sisi, mengunggah kelakuan nakal oknum pejabat dan pelayan masyarakat memang baik untuk kontrol instansi. Namun di sisi lain, semakin viral kasus pelayanan publik dan perilaku negatif aparat, bukannya membikin mereka jera, tapi malah membuat masyarakat semakin memaklumi dan menganggap wajar.
Belum lagi UU ITE yang mengintai (mereka yang dianggap) ‘pelanggar’ di dunia maya. Kita yang jadi korban, kita yang berjuang memberikan info berharga, eh malah kita yang di penjara.
*Penulis adalah Pendidik di Ponpes Shofa Az Zahro’ dan MI Hidayatul Islam