Pekerjaan vs Pengabdian
Oleh : Niam At Majha
Pagi hari saat saya perjalanan dari Bumi Mina ke kota Atlas, sambil menikmati perjalanan zig zag menghidari lubang di jalan yang perbaikannya hingga saat ini tak kunjung berkesudahan. Pekerjaan perbaikan jalan adalah pekejaan harian. Kalau teman saya mengatakan perbaikan jalan akan terus berjalan karena program ke abadian.
Dalam menikmati perjalanan pagi akan lebih afdol yaitu membuka media sosial. Karena di media sosial kita bisa mencuci mata, bisa tertawa terbahak-bahak, melihat peran kocak makin banyak. Sebab setiap detik selalu melihat tingkah polah orang yang beraneka ragam bentuk dan suku dan budaya dan gaya bermedia. Meskipun di dunia nyata tak berdaya. Namun di media sosial sangat bergaya-gaya.
“Namanya juga media sosial ruang maya, orang tak kuat atau pupus cita citanya di dunia nyata kebayakan akan pindah ke dua maya; sebab media sosial adalah ruang privasi yang di publikasi” celetuk teman saya sekaligus supir ketika menempuh perjalanan dari Bumi Mina hingga Kota Atlas.
Sangat jarang memang, ketika menempuh perjalanan saya intens untuk cuci mata di media sosial yang begitu lama. Biasanya saat perjalanan seperti ini, saya dengan teman saya lebih banyak berdiskusi, membahas, bercerita berbagai hal perihal kehidupan dan pekerjaan dan isu isu terkini atau pun isu yang sudah basi. Dan kali ini ke intensitas berselancar di dunia maya, sebab karena tahun ini adalah tahun politik. Tahun dimana banyak orang berbuat baik, sebagian orang ingin di akui publik. Dan sebagian lainnya ingin sekali terlihat menarik dan unik.
“Tahun ini seakan banyak orang yang ingin menunjukkan kebaikannya, berusaha berempati, ingin sekali menunjukkan kepeduliannya terhadap penderitaan rakyat, pendidikan yang dikomersialkan, dan ibadah yang di jual belikan”
Tahun politik adalah momen unik dan menarik. Sebab banyak calon-calon legislatif dadakan dengan tawaran progam beraneka ragam. Merasa paling baik, sangat peduli dengan masyarakat dan lingkungan baik pendidikan, sosial dan keagamaan serta lain sebagainya. Bumbu-bumbu itulah yang di gelentorkan di portal-portal media online. Melalui media resmi atau pun abal abal, semua dilakukan untuk sebuah citra yaitu bahwa orang tersebut layak untuk dipilih dan menjadi wakil rakyat. Bahasa kerennya kehidupan rakyat telah terwakilkan.
Dan sesaat kemudian saya tercekat dengan salah satu foto yaitu orang yang saya kenal saya ketahui dan saya pahami kehidupannya bagaimana, bagaimana orang tersebut mencari penghidupan untuk menopang ekonomi harian. Namun tiba-tiba orang tersebut menjadi salah satu calon legislatif, sungguh keunikan yang tak boleh biarkan begitu saja. Angsuran bulanan masih berjalan, bisa-bisanya ingin menjadi wakil rakyat yang mensejahterkan. Kontradiktif bukan?
“Tak usah kaget, orang tersebut ber legislatif untuk bekerja, jadi ketika saat pemilihan orang tersebut mengeluarkan uang; ibaratnya adalah sebuah modal. Maka nanti ketika jadi wajar saja apabila mengembalikan modal apa saja yang sudah dikeluarkan baik finansial pikiran dan lainnya”
Benar adanya yang apa dikatakan teman saya jangan berharap ketika ada legislatif bilang mengabdi untuk rakyat, bisa jadi itu adalah sebuah rencana dan rencana untuk mengabdi kepada masyarakat akan tetapi lebih dahulu mengabdi untuk keluarga dan kepentingan pribadi. Begitulah sandiwara di dunia ini. Beraneka ragam corak dan warnanya. Tinggal saya dan Anda memilih warna yang mana?