Memahami Konsep Fikih Sosial Kiai Sahal Mahfudh
Oleh : Siswanto
Secara etimologi, fikih berasal dari kata bahasa Arab faqiha-yafqahu-fikihan, yang berarti mengerti atau memahami. Orang-orang Arab memaknai fikih dalam konteks kebahasaan dengan mā daqqa wa ghamudha, yang artinya: sesuatu yang samar dan sulit untuk dipahami. Berdasarkan pengertian etimologis kata fikih ini, orang-orang Arab mengatakan faqihtu ma’na kalāmika liannahu qad yaduqqu wa yaghmadhu, yang artinya aku mengerti maksud perkataanmu, karena terkadang perkataanmu samar dan sulit untuk dipahami. Fikih tidak dipergunakan untuk menjelaskan sesuatu yang biasa-biasa saja, seperti faqihtu anna as-samā’ fauqī, wa anna al-ardha tahtī yang artinya aku mengerti bahwasanya langit ada di atasku dan bumi ada di bawahku.
Dari pengertian etimologis mengenai kata “fikih” yang telah dijelaskan di atas, penulis sepakat dengan Kiai Ahmad Warson Munawwir yang menerjemahkan kata “fikih” dengan kata mengerti dan memahami, karena tingkatan mengerti dan memahami, lebih dalam daripada kata tahu dan mengenal. Kata fikih mengisyaratkan tentang keluasan pengetahuan, pengenalan, pemahaman dan pengertian, karena ia mampu menyingkap dengan jelas segala yang masih samar-samar dan sukar untuk dipahami.
Secara terminologi, fikih dimaknai sebagai ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syari’at yang bersifat praktis serta digali dari sumber-sumber dalil yang terperinci, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam Tājuddīn As-Subky dalam Jam’ul Jawāmi’.
Dari pengertian yang telah disebutkan oleh Imam Tājuddīn As-Subky tersebut, dapat dipahami bahwa fikih merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh para ulama untuk memahami sumber-sumber hukum Islam, dan menghasilkan produk hukum yang bisa diamalkan serta dijalankan oleh para pemeluknya.
Upaya dalam memahami sumber-sumber hukum Islam yang kemudian melahirkan produk hukum Islam, seperti: wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh, ini disebut dengan ijtihād. Oleh karenanya, Imam Abu Ishāq Asy-Syairāzy mendefiniskan fikih sebagai sebuah pengetahuan dan pemahaman atas hukum-hukum syari’at Islam melalui jalan ijtihād. Berdasarkan pengertian terminologis yang menyatakan bahwa fikih adalah ilmu hukum Islam yang bersifat ‘amaliyyah dan muktasab min adillah tafshīliyyah, dapat dipahami bahwa ilmu fikih mengandung dua dimensi, yaitu dimensi teks (naṣṣ) dan dimensi konteks (siyāq).
Dimensi teks berkaitan dengan literatur-literatur hukum Islam yang dijadikan sumber pengambilan hukum Islam (istinbāṭ al-aḥkām), sementara dimensi konteks bersinggungan langsung dengan dinamika sosial (baca: af’al al-mukallafīn) yang selalu berkembang dan berubah-ubah. Fikih memadukan kedua dimensi tersebut untuk sebuah tujuan mulia, yaitu membawa kemaslahatan dan kebahagiaan dunia akhirat bagi seluruh umat manusia. Dan kemaslahatan yang diharap-harapkan itu bisa terwujud apabila terdapat dialektika antara fikih dan realitas, sehingga syari’at Islam benar-benar menjadi sebuah rahmat bagi alam semesta, dengan kemampuannya merubah dan memperbaiki umat manusia.
Adapun gagasan fikih sosial Kiai Sahal merupakan sebuah upaya memahami dan mengembangkan hukum-hukum syari’at Islam yang berhubungan langsung dengan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan, dengan tujuan membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Pengembangan hukum Islam dalam perspektif fikih sosial Kiai Sahal, dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: pertama, kontekstualisasi hukum-hukum yang telah dihasilkan (madzhab qauli); kedua, pengembangan teori masālik al-‘illat untuk melahirkan produk hukum yang sesuai dengan mashlahat al-ummat (madzhab manhaji).
Sedangkan Jamal Makmur Asmani, mendefinisikan fikih sosial sebagai ilmu fikih yang berhubungan, berkaitan dan berkait-kelindan dengan problematika sosial yang meliputi pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, ekonomi, keilmuan, budaya dan politik.
Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa fikih sosial Kiai Sahal merupakan sebuah langkah pembaharuan (tajdīd) dalam bidang fikih, yang dilakukan oleh Kiai Sahal dalam rangka menyelesaikan berbagai problematika sosial kemasyarakatan yang aktual dan faktual, demi mewujudkan kemaslahatan umum bagi seluruh umat manusia.