Ketika Anak Merdeka Pada Dunianya
Oleh : Inayatun Najikah
Hari ini adalah jadwal saya menulis tentang celoteh yang menjadi rutinitas tiap minggunya. Tiap Jumat maka saya akan menulis tentang kisah yang berkaitan dengan anak-anak. Mengapa saya memilih anak-anak? Sebab mereka adalah makhluk kecil yang masih polos dan kita sebagai orang dewasa yang didekatnya sudah tentu memiliki kewajiban untuk menuntunnya sebagai generasi yang siap menghadapi masa depan kelak.
Beberapa hari yang lalu saat saya tengah menemani Tsania belajar, tiba-tiba ia sampai pada rasa bosan dan jenuh. Padahal baru sebentar. Saya memakluminya sebab anak-anak terkadang masih dominan keinginannya untuk bermain daripada fokus belajar. Lalu saya mencoba memberikan sesuatu yang lain, yakni belajar sambil bernyanyi. Ternyata ia sangat antusias. Terlihat dari senyum yang terus mengembang di bibir mungilnya.
Buku bacaan saya tutup, lalu ia saya ajak bernyanyi tentang tata urutan berwudhu. Meski ia masih kesulitan untuk mengikuti, tapi ia tak menyerah begitu saja. Saya menuntunnya pelan-pelan, dengan bernyanyi berulang kali sambil mempraktikkannya. Seperti ini lirik lagunya.
Baca basmalah sambil cuci tangan
Kumur-kumur basuh hidung basuh muka
Tangan sampai kesiku
Kepala dan telinga
Terakhir basuh kaki lalu doa.
Saking asyiknya belajar, tak terasa sudah masuk waktunya untuk melaksanakan sholat isyak. Saya meminta izin kepadanya untuk menyudahi belajar dan melaksanakan sholat isyak terlebih dahulu. Tak lupa saya turut mengajaknya untuk sholat bersama. Meski ia masih kecil dan belum baligh, namun saya tetap mengajaknya dengan maksud memberikan pengajaran sejak dini.
Saat saya menuju kamar mandi untuk berwudhu, ia mengekor dibelakang. Sama seperti anak ayam yang selalu mengekor pada induknya. Ia lantas meminta saya berwudhu sambil bernyanyi, seperti yang saya ajarkan kepadanya. Wah pikir saya, ini anak bisa saja. Bagaimana bisa wudhu secara khusyuk kalau harus sambil bernyanyi. Yang ada saya malah tertawa. Lalu saat saya selesai berwudhu, rupanya ia masih setia melihat dibalik pintu kamar mandi.
Anak-anak suka dengan hal yang mendatangkan kegembiraan dan keceriaan. Hal yang sama juga terjadi kepada para keponakan saya lainnya. Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 kemarin, bibi saya mengadakan lomba untuk para keponakannya. Alasannya sederhana. Ia ingin melihat dan berbagi kebahagiaan dengan mereka. Niat baiknya disambut baik oleh mereka dan seluruh keluarga besar dari bapak.
Pada malam harinya, tibalah acara perlombaan dimulai. Pesertanya hanya lima orang. Tiga perempuan dan dua laki-laki. Lomba yang diadakan diantaranya makan kerupuk, membawa kelereng dengan sendok, dan makan biskuit yang diletakkan di kepala. Hadiahnya tak seberapa, yang terpenting momen kebahagiaannya. Membangun kerukunan antar anggota keluarga dan saling menyebarkan kebahagiaan sebagai bentuk refleksi dari kata “merdeka”.