Puasa dari Misuh-misuh
Oleh Hamidulloh Ibda*
Tahun 2019, saya menulis artikel ilmiah berjudul “Penggunaan Umpatan Thelo, Jidor, Sikem, Sikak sebagai Wujud Marah dan Ekspresi Budaya Warga Temanggung” yang terbit di Ranah Jurnal Kajian Bahasa 8 (2) 2019. Dalam artikel itu, ada temuan yang saya ungkap bahwa orang misuh (mengumpat) itu boleh, karena bentuk ekspresi budaya. Namun jika sudah misuh-misuh, itu jelas tidak boleh, apalagi dalam konteks tulisan ini adalah di bulan Ramadan, saatnya orang berpuasa dan meningkatkan kadar ibadah, atau setidaknya harus puasa dari misuh-misuh. Bukan sekadar puasa dari makan dan minum saja.
Puasa menjadi kewajiban agama bagi umat Islam yang dijalankan selama bulan Ramadan. Selain menahan diri dari makan, minum, dan hubungan intim dari terbit fajar hingga terbenam matahari, puasa juga mengajarkan nilai-nilai moral seperti sabar, pengendalian diri, dan kepedulian terhadap sesame termasuk “misuh-misuh”. Namun, dalam praktiknya, seringkali masih ditemukan pelanggaran terhadap nilai-nilai moral tersebut, salah satunya adalah perilaku mengumpat, nesu, misuh-misuh dengan mengeluarkan bahasa “kebun binatang”.
Mengumpat, ghibah, ngece, omon-omon dalam Islam, merupakan tindakan merendahkan atau menghina orang lain di belakang mereka, baik itu tentang perilaku, penampilan, maupun hal lain yang bisa merugikan atau menyakiti perasaan mereka. Dalam konteks puasa, mengumpat menjadi tantangan moral yang serius karena bertentangan dengan esensi puasa itu sendiri.
Allah SWT telah menegaskan pentingnya menjauhi perbuatan mengumpat dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi, “Dan janganlah sebagian dari kamu mengumpat sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Puasa dari Misuh-misuh
Hakikatnya, puasa tidak sekadar berhenti dari makan-minum dan hal-hal fisik lain yang membatalkan puasa dari terbit matahari sampai terbenamnya matahari. Lebih dari itu, puasa harusnya membatasi pribadi yang sudah misuh-misuh untuk berhenti sejenak bahkan kalau biasa selamanya. Entah hanya sekadar unsur kedekatan, marah, ekspresi budaya, jengkel, misuh kalau bisa dihindari, apalagi sampai misuh-misuh. Ada sejumlah alasan mengapa kita harus puasa dari misuh-misuh. Pertama, pelecehan, pencemaran, dan merendahkan orang lain. Jika sudah terbiasa dan dekat memang tidak ada masalah, namun yang berbahaya ketika dengan orang yang “peka hatinya” tentu sangat berbahaya.
Kedua, pelanggaran terhadap kedamaian batin. Puasa tidak hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang memurnikan jiwa dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Mengumpat hanya akan mengotori kedamaian batin dan menjauhkan diri dari tujuan spiritual puasa. Ketiga, ketidakpedulian terhadap orang lain. Mengumpat mencerminkan sikap tidak menghargai orang lain. Ketika seseorang terlibat dalam ghibah, mereka melupakan nilai-nilai kasih sayang, penghargaan, dan toleransi yang seharusnya ditanamkan dalam diri selama bulan Ramadan.
Keempat, penghambatan potensi keberkahan. Puasa adalah kesempatan untuk mendapatkan keberkahan dan pahala besar dari Allah SWT. Namun, tindakan mengumpat dapat menghambat potensi keberkahan ini, bahkan bisa membatalkan pahala puasa tersebut jika tidak dihindari. Kelima, pemborosan energi dan waktu. Mengumpat tidak hanya merugikan targetnya, tetapi juga memboroskan energi dan waktu yang seharusnya digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat dan produktif.
Tips Menghindari Mengumpat saat Puasa
Menghindari mengumpat saat berpuasa merupakan bagian penting dari menjalankan ibadah puasa dengan baik. Berikut terdapat sejumlah tips yang dapat membantu Anda menghindari mengumpat selama bulan puasa. Pertama, kontrol diri. Puasa tidak hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang mengendalikan diri dari perilaku negatif, termasuk mengumpat. Puasa merupakan latihan pengendalian diri yang luar biasa. Dengan mengendalikan hawa nafsu untuk mengumpat, seseorang dapat mengasah kemampuan pengendalian dirinya dan mendapatkan manfaat spiritual yang lebih besar. Kedua, berpeganglah pada nilai-nilai agama. Ingatlah ajaran agama Anda yang menekankan pentingnya berbicara dengan baik dan menghindari kata-kata yang menyakiti orang lain. Ketiga, hindari situasi-situasi yang menyulut emosi. Jauhi lingkungan atau situasi yang mungkin membuat Anda rentan untuk mengumpat. Hindari gosip dan perdebatan yang tidak bermanfaat.
Keempat, jaga lingkungan yang positif. Lingkungan yang positif dapat membantu mencegah Anda tergelincir ke dalam kebiasaan negatif seperti mengumpat. Bergaul dengan orang-orang yang mendukung nilai-nilai baik dan menjauhi mereka yang cenderung berbicara negatif. Kelima, bersyukur. Berlatihlah untuk selalu bersyukur atas segala hal yang Anda miliki. Dengan memusatkan perhatian pada hal-hal positif dalam hidup Anda, Anda akan lebih cenderung untuk menahan diri dari mengumpat. Keenam, berlatih kesabaran. Ketika Anda merasa frustrasi atau marah terhadap seseorang, berlatihlah untuk tetap tenang dan bersabar. Ini akan membantu Anda menghindari bereaksi dengan mengumpat.
Ketujuh, menjaga lidah. Rasulullah SAW telah mengingatkan umatnya untuk menjaga lidah dan menghindari perkataan yang tidak bermanfaat. Selama bulan Ramadan, penting untuk berhati-hati dengan apa yang kita katakan dan bagaimana kita menyampaikannya. Kedelapan, meningkatkan kesadaran diri. Setiap muslim harus lebih sadar akan perilaku dan perkataannya selama bulan Ramadan. Meningkatkan kesadaran diri akan membantu menghindari godaan untuk terlibat dalam ghibah atau mengumpat. Kesembilan, berdoa. Mintalah pertolongan dan bimbingan dari Tuhan untuk membantu Anda mengendalikan lidah dan perilaku Anda selama bulan puasa. Kesepuluh, evaluasi diri. Lakukan introspeksi secara teratur untuk mengevaluasi perilaku Anda. Jika Anda menemukan bahwa Anda mengumpat, mintalah maaf kepada Allah dan berkomitmen untuk memperbaiki diri. Kesebelas, menggantikan mengumpat dengan doa. Daripada menghabiskan waktu dan energi untuk mengumpat, lebih baik digunakan untuk berdoa bagi kebaikan orang yang mungkin menjadi sasaran mengumpat tersebut.
Ingatlah bahwa puasa adalah kesempatan untuk membersihkan jiwa dan meningkatkan kesadaran spiritual. Dengan menghindari mengumpat dan mengendalikan diri dari perilaku negatif lainnya, Anda dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh manfaat spiritual yang lebih besar selama bulan suci Ramadan. Simpulannya, puasa bukanlah hanya tentang menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga tentang menjaga kesucian hati dan perilaku. Mengumpat adalah salah satu perilaku yang harus dihindari selama bulan Ramadan karena bertentangan dengan nilai-nilai moral Islam. Dengan menjaga lidah, meningkatkan kesadaran diri, berlatih pengendalian diri, dan menggantikan mengumpat dengan doa, seseorang dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan manfaat spiritual yang sebenarnya dari ibadah puasa. Semoga!
*Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd., penulis lahir di Pati, 17 Juni. Saat ini menjadi dosen Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung, Koordinator Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) LP. Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah 2018-2023, Kabid Media, Hukum, dan Humas Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah 2020-sekarang, aktif menjadi reviewer 18 jurnal internasional terindeks Scopus, reviewer 9 jurnal internasional, editor dan reviewer 25 jurnal nasional.