Birrul Walidain dan Birrul Aulad

  الحمد لله رب العالمين، الذي يُحمَد على أنه الغنيّ الحميد، إذ له مَحْمدةٌ على كل ما سواه، الغني الكامل غِناه، العالي قبل أن يخلق سَماه، على أن من حكمته خلَقَ الخلق ليعرّفهم على جلاله وجماله وكماله، على مراتبٍ روحية ومراتبٍ عقلية بعموميةٍ وخصوصيةٍ أزلية. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له لا يضرّه إفطار الفاطرين ولا ينفعه صوم الصائمين، فالصائمون لمصلحتهم لا لمنفعة الله، ومن افطروا ضروا انفسهم إن كانوا بغير عذرٍ ولم يضروا الله، لأن الله هو القائل في عزّ كمال قدسيته (لو أن جميع خلقي على أتقى قلبٍ ما زادوا في ملكي شيئا، ولو أن جميع خلقي على أقسى قلبٍ ما نقصوا في ملكي شيئا)، فسبحان من تفضل على من لا يشبهونه، ولا يماثلونه، ولا يشابهونه، ولا ينافسونه، ولا يشاهدونه، فعرّفهم عليه من وراء حجاب، فسحبان الذي من أراد أن يفعل فعل، وهو على كلّ شيئٍ قدير، وحده لا شريك له. وأشهد أن سيدنا وحبيبنا وعظيمنا زقائدنا وأسوتنا وعزنا وفخرنا وكنزنا وزخرنا وشموخنا سيدنا محمدٌ رسول الله صلى الله عليه وسلم حبيبه، ونبيه، وعبده، ورسوله، مصطفاه، منتقاه، مجتباه، مرتضاه، من عرفهم اياه بمشاهدة الله، صلّ اللهم وسلم عليه وعلى آل بيته الطاهرين وصحبه الصادقين ومن تبعهم بصدقٍ ويقين إلى يوم الدين.

Didalam agama Islam, posisi Orang tua dan Anak memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Orang tua memiliki kewajiban yang harus dipenuhi atas hak anak.
Begitupun Anak memiliki kewajiban yang harus dipenuhi oleh anak atas hak orang tua. Berkaitan dengan hal tersebut Rosulullah r bersabda: “Sesungguhnya Allah akan mempertanyakan pada setiap pemimpin,atas tanggung jawabnya; apakah dia telah menjaga atau menyia-nyiakannya, begitupun seorang laki-laki (orang tua) akan ditanya tentang keluarganya”.

Diriwayatkan dari Abi Salamah t, beliau telah bertanya kepada Rosulullah r: “Wahai Rosulullah, apakah anak memiliki hak sebagaimana kita memiliki hak atasnya?” “Ya, hak anak dari orang tua adalah; mengajarinya berenang, memanah, dan mendidiknya”.

Didalam kitab “Adabul Mufrod”, Imam alBukhori telah menerangkan kebaikan Orang tua kepada anaknya dan kebaikan anak kepada Orang tuanya; yaitu melalui riwayat Ibnu Umar t, beliau menafsiri firman Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur” (QS: alInsan: 5).

Ibnu Umar t juga berkata: “Didiklah anakmu, karena itu tanggung jawabmu dan kelak kamu akan ditanyai perkara itu, hasil didikanmu dan ajaranmu adalah kebaikan dan ketha’atannya kepadamu”.

Semua penjelasan di atas tetap tidak bisa dilupakan bahwa Hak orang tua atas anaknya lebih besar daripada hak anak atas orang tuanya. Dan Allah Ta’ala telah memerintahkan anak untuk memenuhi hak tersebut sebagaimana yang dikenal dengan Birrul walidain sekalipun orang tua tidak mampu memberikan hak anak dengan sempurna. Ibnu Abbas t telah meriwayatkan bahwa Rosulullah r bersabda: “Barangsiapa ta’at kepada Allah -melalui berbuat baik kepada- kedua orang tuanya, maka baginya terbuka dua pintu surga, dan ketika berbuat baik kepada satu orang tua maka baginya satu pintu surga. Dan barangsiapa berma’shiyat kepada Allah -dengan berbuat buruk kepada- kedua orang tuanya maka baginya terbuka dua pintu neraka, dan ketika berbuat buruk kepada satu orang tua maka baginya satu pintu neraka”. Seorang laki-laki bertanya; “Sekalipun keduanya dzolim wahai Rosulullah?”, “Sekalipun keduanya dzolim, sekalipun keduanya dzolim”.

Daripada itu perlu berhati-hati bagi seseorang yang karena orang tuanya tidak mampu berbuat baik kepada dirinya dalam memenuhi haknya, lantas menjadikan alasan baginya untuk tidak birrul walidain kepada orang tuanya. Begitupula bagi orang tua juga jangan sampai lupa bahwa ia memiliki kewajiban terhadap anak yang harus dipenuhi sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Ta’ala; yaitu mendidiknya sampai kelak anak tersebut memahami bahwa orang tua memiliki hak besar atas dirinya untuk Birrul Walidain. Jangan sampai karena anak tidak mendapatkan hak atas kewajiban orang tua tersebut; akhirnya sang anak tidak mengerti akan birrul walidain, dan tidak menunaikan kewajibannya atas hak orang tua. Sehingga penyesalan akan datang disaat tidak lagi ada manfa’atnya penyesalan itu. Berapa banyak orang yang berbuat baik kepada orang tuanya namun dirinya berbuat buruk kepada anak-anaknya, namun dirinya tidak mengetahui!.

Dahulu pernah seseorang laki-laki datang mengadu kepada Sayyidina Umar t: “Sesungguhnya anakku ini -sembari menunjukkan anaknya- berbuat buruk (durhaka) kepadaku!”. Kemudian Sayyidina Umar t berkata kepada anaknya: “Apakah kamu tidak takut kepada Allah atas durhakamu kepada orang tuamu, sesungguhnya hak orang tua adalah begini dan begini”. Kemudian anak tersebut bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, apakah anak juga memiliki hak dari orang tuanya?” “Ya, hak anak atas orang tuanya adalah dipilihkan ibu yang baik baginya, diberikan nama yang bagus dan diajarkan al-Qur’an kepadanya”. Jawab Sayyidina Umar t. Mendengar jawaban tersebut, anak tadi menimpali: “Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik untukku, Ibuku adalah seorang budak yang dibeli di pasar dengan harga 400 dirham. Ia juga tidak memberikan nama yang baik kepadaku. Ia menamaiku Ju’al.Dia juga tidak mengajarkan al-Qur’an kepadaku, kecuali satu ayat saja.” Kemudian Sayyidina Umar t langsung menoleh kepada sang ayah dan berkata: “Kamu bilang anakmu telah mendurhakaimu?! Padahal, kamu telah mendurhakai anakmu sebelum ia mendurhakaimu”.

Hal di ataslah yang perlu dipahami oleh orang tua dan anak, sehingga keduanya dapat menjaga atas hak serta kewajibannya terhadap satu sama lain dalam rangka mewujudkan keluarga Sakinah Mawaddah wa Rohmah…  

Khutbah ke 2:

Taufiq Zubaidi