Membentuk Pendidikan Karakter Ala Kiai Sahal Mahfudh
Oleh : Siswanto
Pendidikan selama ini yang kita pahami merupakan sebuah cara untuk mengarahkan pada kognitif dan psikomotorik anak dengan tujuan untuk membentuk karakter peserta didik. Karena sesuai dengan undang-undang pendidikan nasional dijelaskan, bahwa pendidikan dilakukan secara demokratis, berkeadilan, dan tidak deskriminasi dengan menjunjung tinggi nilai keagaman, nilai budaya, dan keseragaman bangsa.
Selain itu juga, pendidikan bisa diartikan sebagai suatu proses yang dinamis dan kompleks yang sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Sehingga dari situ,pendidikan tidak hanya sekadar mekanisme membentuk pengetahuan manusia, melainkan sebagai proses yang terus berkelanjutan.
Oleh karena itu, untuk bisa menuju ke ranah tersebut menurut KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh yang selanjut disebut Kiai Sahal. Maka diperlukan pendampingan,pengarahan, dan pembinaan secara kontinyu dengan maksud dan tujuan untuk mencatak karakter dan manusia yang beradab dan berbudaya.
Lebih lanjut Kiai Sahal dengan merujuk pada konsep yang dikemukakannya di atas menyatakan, bahwa pendidikan bukan sekedar pengajaran ilmu pengetahuan, lebih dari itu Kiai Sahal berpendirian bahwa pendidikaan adalah proses internalisasi ilmu itu sendiri.
Menurutnya pendidikan dan pengajaran dalam hal tertentu memang merupakan dua hal yang sama tetapi sebenarnya keduanya merupakan term yang berbeda. Kiai Sahal mengemukakan bahwa jika pengajaran secara sistemik lebih menekankan pada aspek “kognitif” dengan asumsi bahwa pemahaman keilmuan yang baik akan menuntun peserta didiknya ke arah kehidupan yang lebih baik, maka pendidikan menurut Kiai Sahal adalah proses internalisasi yang menekankan pada aspek afektif dan lebih dari itu pendidikan diharapkan mampu mengembangkan dirinya menjadi perangkat psiko-motorik sehingga peserta didiknya mampu menempatkan pendidikannya sebagai pemandu aktifitas, sesedikit apapun ilmu atau pengetahuan yang diserapnya.
Dengan kata lain pendidikan yang menjadi rumusan Kiai Sahal adalah mengajarkan yang dengan segala aspeknya sekaligus mengupayakan ajaran itu supaya menjadi sikap dan perilaku. Jadi pendidikan yang mengelola esensi manusia secara utuh meliputi fisiknya, rasionya, jiwanya, kehidupan materialnya, juga meliputi kehidupan sepiritualnya sebagai bidang garapan ruhani untuk pembentukan watak dan karakteristik.
Dalam hal ini Kiai Sahal menyitir sebuah hadits:
من ربى صغيرا حتى يقول لا اله الا الله لم يحاسبه الله
Barangsiapa mendidik seorang anak kecil sampai dia mengucapkan kalimat “lailaha illallah” maka Allah tidak akan menghisab (menghitung segala amalnya di hari perhitungan yaitu hari kiyamat) orang itu.
Dengan menganalisa hadits tersebut, Kiai Sahal berpendapat bahwa dalam hadits di atas tidak digunakan kata “allama” yang bererti sekedar mengajar tetapi digunakan kata “rabba” yang berarti mendidik yaitu mengajar sampai materi yang diajarkannya itu benar-benar difahami dan diselami ajaranya untuk dilakukan. Ini berarti sekali lagi Kiai Sahal menegaskan bahwa pendidikan bukan sekedar mengajarkan atau kegiatan mentransfer pengetahuan semata, pendidikan dengan demikian juga bertanggung jawab terhadap perilaku dan watak peserta didik.
Atas dasar pandangannya ini, pendidikan dalam konteks kehidupan ini menurutnya bertujuan untuk mewujudkan kebahagian hidup manusia di dunia dan akhirat (sa’adah daraini).
Dengan demikian, sebagaimana konsep Kihajar Dewantara tujuan dari pendidikan adalah untukmembentuk karakter, budi pikerti, daya, karsa, beradab,dan menumbuhkan manusia merdeka yang berbudaya.