Iklan
Kolom

Puasa dari Media Sosial

 

Oleh Hamidulloh Ibda*

 

Konten Terkait
Iklan

Puasa kok puasa media sosial iki piye maksude leh? Ya, jika dilogikakan, puasa Ramadan itu bermakna luas, makro, bukan mikro. Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Namun, konsumsi media sosial yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan produktivitas kita. Oleh karena itu, puasa dari media sosial atau detoksifikasi digital dapat menjadi solusi untuk mengembalikan keseimbangan hidup kita.

 

Media sosial kini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan semakin banyaknya platform media sosial baru yang bermunculan. Di Indonesia, ketergantungan terhadap media sosial bahkan sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi, dengan banyak orang menghabiskan waktu luang mereka untuk berselancar di dunia maya.

 

Data penggunaan media sosial pada tahun 2024, berikut beberapa statistik yang mencolok. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia tercatat sebanyak 191 juta orang, yang setara dengan 73,7% dari total populasi. Sementara itu, pengguna aktif mencapai 167 juta orang (64,3% dari populasi), dan total penetrasi internet tercatat mencapai 242 juta orang (93,4% dari populasi). Adapun platform media sosial yang paling banyak digunakan adalah YouTube, dengan 139 juta pengguna (53,8% dari populasi), disusul oleh Instagram dengan 122 juta pengguna (47,3%), Facebook dengan 118 juta pengguna (45,9%), WhatsApp dengan 116 juta pengguna (45,2%), dan TikTok dengan 89 juta pengguna (34,7%).

 

Dari segi demografi, pengguna media sosial di Indonesia didominasi oleh individu yang berusia antara 18 hingga 34 tahun (54,1%), dengan jumlah pengguna perempuan sedikit lebih banyak (51,3%) dibandingkan laki-laki (48,7%). Rata-rata, masyarakat Indonesia menghabiskan waktu sekitar 3 jam 14 menit per hari untuk mengakses media sosial, dengan 81% di antaranya mengaksesnya setiap hari. Aktivitas yang paling sering dilakukan oleh pengguna meliputi berbagi foto dan video (81%), berkomunikasi (79%), mengikuti berita dan informasi (73%), hiburan (68%), serta berbelanja online (61%) (Panggabean, 2024).

 

Data di atas sangat “ngeri” sekali. Padahal, puasa itu harusnya mendekatkan diri pada Allah, bukan malah sibuk dolanan hape. Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga momentum penyucian diri dari segala hal yang berlebihan, termasuk konsumsi media sosial. Dalam era digital ini, media sosial telah menjadi bagian dari keseharian yang sulit dilepaskan. Namun, penggunaan yang tidak terkendali dapat mengikis waktu produktif, menurunkan kualitas ibadah, dan bahkan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan mental. Oleh karena itu, puasa dari media sosial bisa menjadi langkah bijak untuk mencapai keseimbangan dalam kehidupan.

 

Mengapa Perlu Berpuasa dari Media Sosial?

Puasa dari media sosial bukan berarti harus sepenuhnya menghilang dari platform tersebut. Tujuannya adalah untuk mengurangi ketergantungan dan menciptakan hubungan yang lebih sehat dengan teknologi. Jika ditanya, apa sih pentingnya berpuasa dari media sosial?

 

Pertama, meningkatkan fokus ibadah. Kadang ya judeg, masak ya dolanan hape wae. Realitasnya, media sosial sering kali menjadi distraksi utama dalam menjalankan ibadah. Dengan mengurangi akses ke platform digital, kita dapat lebih khusyuk dalam shalat, tadarus Al-Qur’an, dan refleksi diri selama Ramadan. Dengan mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial, kita memiliki lebih banyak waktu untuk fokus pada pekerjaan, belajar, atau kegiatan lain yang lebih bermanfaat.

 

Kedua, menjaga kesehatan mental. Berita hoaks, perdebatan tidak produktif, serta tekanan sosial di dunia maya dapat menimbulkan stres dan kecemasan. Puasa dari media sosial memberikan kesempatan untuk lebih tenang dan menikmati momen tanpa gangguan.

 

Ketiga, meningkatkan kualitas hubungan sosial. Ramadan adalah waktu yang tepat untuk mempererat hubungan dengan keluarga dan teman-teman secara langsung, tanpa terganggu oleh layar ponsel. Interaksi nyata jauh lebih bermakna dibandingkan sekadar like dan komentar di dunia maya. Terlalu fokus pada media sosial dapat mengurangi interaksi kita dengan orang-orang di sekitar. Puasa dari media sosial dapat membantu kita lebih hadir dalam kehidupan nyata dan mempererat hubungan dengan keluarga dan teman.

 

Keempat, mengurangi stres dan kecemasan. Terlalu banyak informasi dan perbandingan sosial di media sosial dapat memicu stres dan kecemasan. Puasa dari media sosial dapat membantu mengurangi perasaan negatif tersebut.

 

Kelima, meningkatkan kualitas tidur. Cahaya biru yang dipancarkan oleh layar perangkat elektronik dapat mengganggu kualitas tidur. Dengan mengurangi penggunaan media sosial sebelum tidur, kita bisa tidur lebih nyenyak dan bangun lebih segar.

 

Keenam, meningkatkan rasa syukur dan kebahagiaan. Media sosial seringkali menampilkan kehidupan orang lain yang tampak sempurna, sehingga kita cenderung membandingkan diri dan merasa tidak puas dengan hidup kita sendiri. Puasa dari media sosial dapat membantu kita lebih menghargai apa yang kita miliki dan merasa lebih bahagia.

 

Strategi Mengurangi Konsumsi Medsos

Beragam cara atau strategi bisa kita coba untuk mengurangi konsumsi media sosial. Pertama, tetapkan batasan waktu. Ini sama seperti saya menerapkannya pada anak saa. Batasi waktu yang Anda habiskan di media sosial setiap hari. Anda bisa menggunakan aplikasi atau fitur bawaan di ponsel untuk membantu Anda melacak dan mengatur waktu penggunaan.

 

Kedua, hapus aplikasi yang tidak perlu. Ngebak-ngebaki file. Jika ada aplikasi media sosial yang sering Anda buka tanpa tujuan yang jelas, hapus saja aplikasi tersebut dari ponsel Anda.

 

Ketiga, cari kegiatan alternatif. Gantikan waktu yang biasa Anda habiskan di media sosial dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat dan menyenangkan, seperti membaca buku, berolahraga, atau menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman.

 

Keempat, jadwalkan waktu khusus untuk media sosial. Jika Anda tidak bisa sepenuhnya menghindari media sosial, jadwalkan waktu khusus setiap hari untuk membuka media sosial. Dengan begitu, Anda bisa lebih mengontrol waktu yang Anda habiskan di platform tersebut.

 

Kelima, matikan notifikasi. Notifikasi dari media sosial dapat mengganggu konsentrasi dan memicu keinginan untuk terus membuka aplikasi. Matikan notifikasi agar Anda tidak tergoda untuk terus melihat ponsel.

 

Puasa dari media sosial adalah tentang menemukan keseimbangan yang tepat antara dunia digital dan dunia nyata. Dengan mengurangi konsumsi media sosial yang berlebihan, kita bisa lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup dan meningkatkan kesejahteraan mental kita.

 

Dengan mengurangi konsumsi media sosial selama Ramadan, kita bisa lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar bermakna. Momen ini adalah kesempatan emas untuk membersihkan hati, memperbaiki diri, dan memperdalam hubungan dengan Allah serta sesama manusia. Puasa dari media sosial bukan berarti anti-teknologi, melainkan upaya untuk menggunakan teknologi secara lebih bijak dan sadar.

 

Mari jadikan Ramadan ini lebih bermakna dengan mengendalikan diri, termasuk dalam dunia digital. Jika kita mampu berpuasa dari makanan dan minuman, mengapa tidak mencoba berpuasa dari media sosial?

 

*Dr. Hamidulloh Ibda, penulis lahir di Pati, dosen dan Wakil Rektor I Institut Islam Nahdlatul Ulama (Inisnu) Temanggung (2021-2025), Koordinator Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) Plus LP. Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah (2024-2029), reviewer 31 Jurnal Internasional terindeks Scopus, Editor Frontiers in Education terindeks Scopus Q1 (2023-sekarang), dan dapat dikunjungi di website Hamidullohibda.com.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Lihat Juga
Close
Back to top button