Puasa dari Kecerdasan Buatan

Oleh Hamidulloh Ibda*
Seperti tulisan sebelumnya berjudul “Puasa dari Media Sosial”, sebenarnya kecerdasan buatan atau AI pun sama. Apakah AI mengganggu puasa kita? Saya menjawab, jika kecandungan, mbangeti, ya berarti menganggu, dan kita harus berpuasa dari AI. Artinya, puasa itu tidak harus dari sesuatu yang merugikan, ngerusak, tapi memang dari sesuatu yang mengakibatkan kita kecanduan secara berlebihan. Jelas tidak boleh kan?
Realitasnya, kecerdasan buatan telah mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi. Dari asisten virtual di ponsel pintar hingga rekomendasi film di platform streaming. AI hadir dalam berbagai aspek kehidupan kita sehari-hari. Namun, kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan AI juga dapat menimbulkan kebergantungan.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kecerdasan buatan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari asisten virtual yang membantu mengatur jadwal, algoritma yang merekomendasikan tontonan, hingga chatbot yang siap menjawab segala pertanyaan, AI semakin menggantikan banyak aspek interaksi manusia. Namun, keterikatan yang berlebihan pada AI dapat membuat seseorang kehilangan kemandirian berpikir dan ketergantungan yang berlebihan pada teknologi. Oleh karena itu, puasa dari kecerdasan buatan bisa menjadi langkah yang baik untuk mengembalikan kendali atas kehidupan sendiri.
Ketika seseorang terlalu mengandalkan AI dalam segala aspek, kreativitas dan pemikiran kritis bisa melemah. Orang cenderung menerima jawaban instan tanpa berusaha mencari solusi sendiri. Di sinilah pentingnya melakukan jeda dari kecerdasan buatan. Seperti halnya puasa dalam agama yang bertujuan untuk melatih pengendalian diri, puasa dari AI dapat membantu seseorang membangun kembali kebiasaan berpikir mandiri.
Bahaya Kecanduan AI
Kecanduan AI dapat ditandai dengan beberapa gejala. Pertama, terlalu sering menggunakan AI. Individu yang kecanduan AI akan merasa sulit untuk melepaskan diri dari perangkat atau aplikasi yang menggunakan AI. Mereka mungkin menghabiskan waktu berjam-jam berinteraksi dengan AI, bahkan mengabaikan kegiatan lain yang penting.
Kedua, mengalami masalah dalam hubungan sosial. Kecanduan AI dapat mengganggu hubungan sosial seseorang. Mereka mungkin lebih memilih berinteraksi dengan AI daripada dengan orang lain, atau menjadi kurang peduli terhadap orang-orang di sekitar mereka.
Ketiga, menurunnya produktivitas. Kecanduan AI dapat menyebabkan penurunan produktivitas di tempat kerja atau di sekolah. Individu yang kecanduan mungkin kesulitan berkonsentrasi atau menyelesaikan tugas karena terlalu fokus pada interaksi dengan AI.
Keempat, mengalami masalah kesehatan fisik. Terlalu banyak menghabiskan waktu dengan perangkat yang terhubung dengan AI dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik, seperti kelelahan mata, sakit kepala, atau gangguan tidur.
Kelima, merasa cemas atau gelisah saat tidak menggunakan AI. Ketika tidak dapat mengakses AI, individu yang kecanduan mungkin merasa cemas, gelisah, atau tidak nyaman. Mereka mungkin merasa kehilangan atau tidak lengkap tanpa kehadiran AI.
Sejumlah Strategi
Sama seperti puasa dari media sosial, puasa dari kecerdasan buatan atau detoksifikasi AI juga dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan mental dan keseimbangan hidup kita. Terdapat beberapa strategi yang bisa Anda coba untuk “berpuasa” dari kecerdasan buatan. Pertama, batasi penggunaan AI secara bertahap. Jangan mencoba untuk langsung berhenti menggunakan semua bentuk AI. Mulailah dengan mengurangi penggunaan AI secara bertahap. Misalnya, batasi waktu yang Anda habiskan untuk berinteraksi dengan asisten virtual, atau cobalah untuk tidak terlalu bergantung pada rekomendasi AI saat memilih film atau musik.
Kedua, cari kegiatan alternatif. Gantikan waktu yang biasa Anda habiskan dengan AI dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat dan menyenangkan. Misalnya, bacalah buku, berolahraga, menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman, atau menekuni hobi baru.
Ketiga, sadarilah kebergantungan Anda. Langkah pertama adalah menyadari seberapa besar Anda bergantung pada AI dalam kehidupan sehari-hari. Perhatikan berapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk berinteraksi dengan AI, dan bagaimana perasaan Anda saat tidak dapat mengaksesnya.
Keempat, tetapkan batasan waktu untuk penggunaan AI. Jika Anda tidak bisa sepenuhnya menghindari penggunaan AI, tetapkan batasan waktu khusus setiap hari untuk berinteraksi dengan AI. Dengan begitu, Anda bisa lebih mengontrol waktu yang Anda habiskan untuk menggunakan teknologi ini.
Kelima, cari dukungan. Jika Anda merasa kesulitan untuk “berpuasa” dari AI, jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional. Mereka dapat membantu Anda mengatasi kecanduan AI dan menjalani hidup yang lebih seimbang.
Puasa dari kecerdasan buatan bukan berarti harus sepenuhnya menghapus AI dari hidup Anda. Tujuannya adalah untuk menciptakan hubungan yang lebih sehat dengan teknologi dan mengembalikan keseimbangan dalam hidup Anda. Dengan mengurangi ketergantungan pada AI, Anda dapat lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, seperti kesehatan mental, hubungan sosial, dan pengembangan diri.
Puasa dari AI
Salah satu cara untuk berpuasa dari kecerdasan buatan adalah dengan mulai membatasi penggunaan alat berbasis AI dalam kehidupan sehari-hari. Jika biasanya seseorang mengandalkan AI untuk menulis, maka cobalah kembali pada metode konvensional seperti mencatat dengan tangan atau menyusun ide tanpa bantuan teknologi. Menulis secara mandiri dapat melatih otak untuk bekerja lebih keras dalam merangkai kata dan membangun struktur pemikiran.
Selain itu, dalam kehidupan sosial, AI sering kali mengambil alih interaksi manusia. Chatbot telah menggantikan komunikasi langsung dengan orang lain, sementara rekomendasi algoritma telah mengurangi keberagaman informasi yang dikonsumsi. Dengan melakukan puasa dari AI, seseorang bisa kembali berinteraksi dengan orang-orang secara langsung, bertukar pikiran tanpa perantara digital, serta menggali informasi dari berbagai sumber tanpa bergantung pada algoritma.
Tantangan terbesar dari puasa ini adalah rasa nyaman yang ditawarkan AI. Kenyamanan dalam mendapatkan jawaban instan, kemudahan dalam mengakses hiburan yang sesuai selera, serta kemudahan dalam menjalankan aktivitas harian menjadi hal yang sulit dilepaskan. Namun, dengan tekad yang kuat, mengurangi ketergantungan pada AI dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Seseorang bisa kembali merasakan kepuasan dalam menyelesaikan sesuatu dengan usaha sendiri, menikmati kejutan dalam eksplorasi informasi, dan memperkuat koneksi sosial yang lebih nyata.
Pada akhirnya, puasa dari kecerdasan buatan bukan berarti menolak teknologi sepenuhnya, tetapi lebih kepada menggunakannya dengan bijak. Dengan memberikan jeda pada diri sendiri dari AI, seseorang dapat menemukan kembali kemandirian berpikir, meningkatkan kreativitas, dan menikmati hidup dengan cara yang lebih autentik. Seperti halnya puasa dari makanan yang bertujuan untuk membersihkan tubuh, puasa dari AI bertujuan untuk menyegarkan kembali cara kita berpikir dan berinteraksi dengan dunia.
*Dr. Hamidulloh Ibda, penulis lahir di Pati, dosen dan Wakil Rektor I Institut Islam Nahdlatul Ulama (Inisnu) Temanggung (2021-2025), Koordinator Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) Plus LP. Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah (2024-2029), reviewer 31 Jurnal Internasional terindeks Scopus, Editor Frontiers in Education terindeks Scopus Q1 (2023-sekarang), dan dapat dikunjungi di website Hamidullohibda.com.