Mudik: Rindu Bapak

Oleh Hamidulloh Ibda*
Tahun 2025 ini, pemudik turun. Berdasarkan hasil survei (Neraca.co.id, 24/3/2025) yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan hingga akademisi yang menyatakan jumlah pemudik Lebaran 2025 diperkirakan 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia, turun 24 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.
Meski prediksi angka pemudik turun, namun jumlah 146,48 juta itu bukan sedikit. Sekali lagi: bukan sedikit. Jika ingat mudik, sebenarnya saya selalu ingat bapak yang sudah empat kali Lebaran Idulfitri terakhir sudah tak lagi memimpin salat ied di musala.
Gemuruh takbir menggema di penjuru negeri, menandai datangnya Hari Raya Idulfitri. Jutaan umat Islam berbondong-bondong mudik, kembali ke kampung halaman untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan sanak saudara. Di tengah riuhnya perjalanan, hatiku diliputi kerinduan yang mendalam.
Bukan sekadar rindu kampung halaman, tetapi rindu pada sosok ayah tercinta, Ngalimun, yang telah berpulang pada 18 Juni 2020. Setiap sudut rumah, setiap jalan yang dilalui, menyimpan kenangan indah bersama sang ayah.
Dulu, Bapak selalu menyambut kami di depan pintu rumah dengan senyum hangatnya. Saya selalu mengenang dengan mata berkaca-kaca. Beliau selalu menerima zakat di malam Lebaran, dan tak pernah lupa memberikan nasihat-nasihat bijak.
Sejak 2020 hingga tahun ini, suasana Lebaran terasa berbeda. Motor yang biasa dinaiki untuk ziarah ke kuburan Mbah, kini terbalik karena beliau lah yang saya ziarahi.
Suara takbir yang dulu selalu diucapkan bersama kini hanya tinggal kenangan. Namun, kenangan indah tentang Bapak tetap hidup dalam hatiku dan keluarga.
Meskipun Bapak sudah tiada, kami akan terus menjaga tradisi Lebaran yang telah beliau ajarkan. Kami akan terus mendoakan Bapak, dan berharap beliau tenang di sisi Allah SWT.
Mudik kali ini bukan hanya tentang kembali ke kampung halaman, tetapi juga tentang merajut kembali kenangan bersama Bapak. Setiap langkah yang diambil, setiap senyum yang diberikan, adalah wujud cinta dan kerinduan kepada sosok ayah yang tak tergantikan.
Bagi saya dan keluarga, Lebaran adalah momen untuk merayakan kebersamaan, mengenang sosok Bapak, dan memanjatkan doa agar beliau ditempatkan di surga-Nya.
kenangan indah bersama Bapak pun selalu kuingat. Bapak selalu mengajarkan kami untuk saling menyayangi dan menghormati. Beliau adalah sosok yang sabar, penyayang, dan selalu menginspirasi kami. Setiap Lebaran, Bapak selalu memberikan nasihat-nasihat bijak tentang kehidupan. Beliau adalah pahlawan bagi kami, dan kami akan selalu merindukannya.
Rindu Bapak
Lebaran selalu identik dengan mudik, sebuah tradisi tahunan yang mempertemukan keluarga dalam suka cita. Namun, bagi sebagian orang, mudik juga membawa nuansa haru, terutama bagi mereka yang telah kehilangan sosok ayah. Rindu itu kian menyesakkan, terlebih ketika menyadari bahwa rumah yang dulu penuh tawa kini terasa hening tanpa kehadiran beliau.
Bapak, Ngalimun, telah berpulang pada 18 Juni 2020. Sejak saat itu, setiap perjalanan mudik tak lagi sama. Tidak ada lagi sosok yang menyambut di depan rumah dengan senyum khasnya, tidak ada lagi tangan hangat yang menepuk bahu dengan penuh kasih sayang. Hanya kenangan yang tersisa, menjadi pengobat rindu yang tak terbalaskan.
Mudik kali ini bukan sekadar perjalanan fisik menuju kampung halaman, tetapi juga perjalanan hati untuk mengenang kembali jejak kebaikan Bapak. Setiap sudut rumah menyimpan kenangan, dari kursi tempat beliau biasa duduk, hingga ruang keluarga tempat kami berkumpul dalam kehangatan.
Lebaran adalah momentum kebersamaan, tetapi bagi mereka yang telah kehilangan, Lebaran juga menjadi pengingat bahwa waktu tak bisa diputar kembali. Namun, doa-doa tetap mengalir, berharap bahwa Bapak tenang di alam sana, bahwa rindu ini kelak akan terbayarkan dalam pertemuan abadi di kehidupan berikutnya.
Mudik kali ini bukan sekadar pulang ke rumah, tetapi juga pulang ke dalam kenangan. Sebab, sejauh apa pun perjalanan ini, hati tetap kembali kepada sosok yang selalu dirindukan: Bapak.
Meski jalan Tayu-Puncel rusak parah, nggronjal kabeh, namu saya tetap mudik, dan mendoakan Bapak di makamnya. Alfatihah…
*Dr. Hamidulloh Ibda, penulis lahir di Pati, dosen dan Wakil Rektor I Institut Islam Nahdlatul Ulama (Inisnu) Temanggung (2021-2025), Koordinator Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) Plus LP. Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah (2024-2029), reviewer 31 Jurnal Internasional terindeks Scopus, Editor Frontiers in Education terindeks Scopus Q1 (2023-sekarang), dan dapat dikunjungi di website Hamidullohibda.com.