Merajut Toleransi dan Persaudaran di Bulan Idul Adha
Oleh: Siswanto, MA
Idul Adha atau yang kita kenal dengan sebutan Eid al-Adha merupakan salah satu Hari Raya Besar Islam yang diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah di bulan terakhir dalam kalender Islam. Karena pada momentum Idul Adha ini, seluruh umat Islam di penjuru dunia ikut mengumandangkan takbir.
Sedangkan makna takbir Hari Raya Idul Adha di sini tidak lain untuk meneledani pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail untuk menjalankan tugasnya menyembelih putranya, yakni Nabi Ismail, yang dalam sejarahnya diabadikan Allah dalam surat Ash-Shaffat ayat 103-105. Yang artinya: “Ketika mereka berdua, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail telah pasrah dan tatkala Nabi Ibrahim merebahkan Nabi Ismail pada wajahnya untuk dikorbankan. Kami (Allah) berseru “Wahai Ibrahim engkau telah membenarkan mimpimu!” Dan dia Ismail pun telah Kami tebus dengan seekor domba yang besar dan Kami jadikan hal itu teladan orang-orang yang datang kemudian.”
Dari ayat di atas sangat jelas bahwa peristiwa kurban sebagai momentum yang sarat penuh makna diabadikan Allah Swt dalam Alquran. Sehingga dalam konteks ini, kita sebagai kaum muslim yang mampu secara material sangat dianjurkan (sunnah muakkad) untuk berkurban dengan memotong hewan kurban, seperti domba, sapi, kambing, dan onta.
Oleh karena itu, melaksanakan ibadah kurban merupakan salah satu bentuk amalan untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Selain itu juga sebagai bentuk amal ibadah untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan, sebagai proses untuk melatih diri menjadi pribadi yang dermawan, dan sebagai bekal pahala umat Islam kelak di akhirat.
Adapun dari makna di atas, setidaknya ada lima pesan moral yang bisa kita ambil hikmahnya dalam berkurban untuk meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya Nabi Ismail.
Pertama, peristiwa kurban sesungguhnya merupakan bentuk simbolis. Artinya ketika berkurban, tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki niat awal kita, bukan karena ingin dapat pujian atau mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Melainkan adalah untuk melatih diri kita, berusaha membunuh sifat-sifat rakus, buas, ambisi, dan sifat-sifat yang tidak mengenal hukum. Walaupun secara fisikal bagi yang mampu disunnahkan untuk memotong hewan kurban, tetapi pada esensinya adalah untuk mendekatkan ketaqwaan kita kepada Allah.
Itulah alasannya mengapa Allah dengan tegas mengingatkan kita semua, “Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah hewan tersebut, tetapi yang akan sampai kepada Allah adalah nilai ketakwaanmu kepada-Nya”. (QS. Al-Hajj:37).
Kedua, melalui kisan Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail, kita memang harus belajar untuk berlatih iklas dan rela dalam mengorbankan apa pun yang kita miliki, bahkan sesuatu yang paling kita cintai sekalipun demi menunaikan perintah Allah.
Dalam konteks ini, Nabi Ismail merupakan putra Nabi Ibrahim yang disimbolkan sebagai orang yang paling dicintai, namun Nabi Ibrahim tetap menjalankan perintah Allah. Meskipun Nabi Ibrahim masih diselimuti rasa gelisah, ragu, dan hening dihadapan latar keagungan perintah Allah. Maka Nabi Ismail memantapkan ayahnya, untuk menjalankan perintah tersebut, dan meyakinkan jangan ragu sama sekali. Begitulah keteguhan hati Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Allah Swt. Dan sebagai gantinya yang disembelih bukan putranya melainkan seekor domba yang diambil dari surga.
Ketiga, kepedulian terhadap sesama. Idul Adha juga menekankan pentingnya berbagi dan membantu sesama. Selama perayaan ini, umat Muslim yang mampu dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban seperti domba, sapi, atau kambing. Daging hewan kurban tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada keluarga, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan, termasuk yang kurang mampu. Hal ini mengajarkan nilai kepedulian, berbagi, dan keadilan sosial.
Keempat, toleransi dan persaudaraan. Idul Adha juga mengandung pesan toleransi dan persaudaraan. Selama perayaan ini, umat Muslim diundang untuk mengunjungi keluarga, tetangga, dan teman-teman mereka untuk saling bertukar ucapan selamat Idul Adha dan saling berbagi kegembiraan. Hal ini mendorong terciptanya ikatan sosial yang kuat dan meningkatkan kerukunan antarumat beragama.
Kelima, dengan berkurban, maka kita dituntut untuk muhasabah dan memiliki pandangan ke depan yang lebih baik. Agar kita tidak mudah tertipu oleh pemandangan dunia yang menggiurkan dan membuat kita lupa untuk beribadah kepada Allah.
Dengan demikian, makna berkurban adalah melatih kita tabah, sabar, dan ikhlas dalam menanggung segala beban berat dalam hidup kita sekarang. Sebab kita sadar dan yakin, bahwa di balik segala keglamoran panggung duniawi ini kita akan memperoleh hasil dari segala perjuangan, jerih payah, dan pengorbanan kita.