Direktur

Oleh : Niam At Majha
Jika tulisan rabu lalu, saya tulis dengan sedih berlapis lapis dan hati gemuruh tak tentu arah. Namun berbeda dengan hari ini saya menulis dengan riang gembira dan emosi yang meronta ronta. Atas ketidak adilan, atas semua kebisuan atau bahkan dengan segala ritme ritme yang sudah berjalan.
Sebelum melanjutkan tulisan ini, perihal curahan pikiran teman saya, dalam perusahaan yang dia berkerja. Sebuah perusahaan yang begerak di bidang jasa kesehatan dan konsultan pendidikan, dan belakangan ini mengembangkan ke retail retail umum, untuk mensosialisasikan kepada masyarakat perihal jasa jasanya.
Setahu teman saya diantara retail tersebut ada Maju Bersama, Sukses Sendiri, Plonga Plongo, Maju Sendiri, Dua Putusan, Laku Sendiri, Untung Sendiri, Bathi Pribadi, itu sebagai retail retail perusahaan yang dimana teman saya bekerja.
Perusahaan yang mulai berkembang saat ini sudah tiga kali gonta ganti, tambal sulam direktur, pencarian pun lucu dan wagu dengan dibuka lowongan selebar lebarnya. Seluaas-luasnnya. Dan saat pemutusan sediam-diamnya.
“Setahu saya direktur bukan dibuka lowongan melainkan hasil kinerja karyawan yang sudah lama bekerja dalam perusahaan tersebut, ” jelas teman saya.
Saya pun mengamini apa yang barusan di ujarkan teman saya tersebut. Namun berbeda lagi apabila para pemangku kebijakan tersebut, dengan niat dan maksud untuk menjadikan perusahaan yang bergerak di jasa kesehatan dan konsultasi pendidikan tersebut sebagai lahan untuk keuntungan personal dan mayoran bersama atau yang lainnya, mau perusahaan tersebut pesakitan atau mengalami ketimpangan itu lain soal. Sebab maksud dan tujuan dan visi serta misinya sudah berbeda beda.
Nah, kalau Anda mendengarkan cerita tersebut sedangkan Anda adalah orang lain, atau orang luar yang mampunya hanya berkomentar, tak mampu berbuat apa apa. Selain itu, apakah Anda akan mengalami emosi dan marah seperti saya? Meskipun emosi dan marahnya tak ada artinya. Sedangkan kondisi tersebut Anda tahu apabila itu salah kaprah, bahkan bisa jadi menjadi bubrah tak tahu arah.
Dan sejujurnya, saya memang tak perlu komentar dengan kondisi perusahaan tersebut. Perihal direktur yang menjabat saat ini bisanya plonga plongo dan tak tahu konsep kerjanya bagaimana. Meskipun dulu saat penyeleksianya ada syarat ketentuan berlaku, yaitu amanah, profesional dan lain sebagainya.
Namun dalam realitas sebenarnya adalah tambal sulam hingga tiga kali. Hal tersebut menunjukkan para pemangku kebijakan tak bisa memilah dan memilih mana yang terbaik di perusahaan tersebut. Bisanya hanya mampu memilih kertas warna biru dan warna merah. Apabila warna merah lebih menguntungkan dari pada warna biru, sungguh manusiawi sekali bukan?