Tonjolisasi
Oleh : Niam At Majha
Saban malam. Menjelang rehat, rumah saya selalu didatangi teman-teman baik dari tetangga, kolega kerja, bahkan orang yang baru saja bertutur sapa pun bisa rehat, istirahat di rumah. Semuanya dengan maksud dan tujuan berbeda-beda. Ada yang sekadar ngopi saja dengan jangongan ngalor ngidul ngetan ngulon tanpa tentu arah. Saya hanya menjadi pendengar dan sesekali menimpali apa yang di bahas tamu saya. Jadi bagi saya tamu adalah pembawa informasi dari pelbagai penjuru, pelosok, sudut kota bahkan di balik meja orang kantoran pun dapat di bicarakan dengan tanpa sungkan di tempat saya dengan di temani secangkir kopi dan terkadang pula satu poci teh dan se cawan jahe hangat; tergantung tamu yang datang pengen minum apa.
Ada salah satu teman saya yang menggelitik dengan mengajukan sebuah pertayaan terkait foto saya dengan salah satu tokoh masyarakat sebut saja pemuka agama.
“Kenapa kau memajang foto tersebut?”
Saya menjawab dengan santai, tak kenapa-kenapa pengen saja saya pajang disitu, diruang tamu.
Teman saya tersebut terlihat kurang puas dengan jawaban yang saya berikan. Dan dia mengatakan apabila foto tersebut tak jujur dengan realitas harian saya. Saya sebagai petani kopi, penjual kopi seharusnya foto yang dipajang adalah bersama para pengusaha kopi dan petani kopi lainnya. Sebab apabila ada tamu yang bertandang kerumah sudah dipastikan apabila tuan rumahnya adalah petani kopi sekaligus petani kopi.
“Lantas maksudmu bagaimana?”
Ketika mendapati pertanyaan saya tersebut teman saya menghela nafas dalam-dalam. Sekarang orang seringkali menonjolkan dirinya bertemu dengan siapa saja lantas mengabadikan dengan foto dan sosialisakan kepada siapa dengan maksud dan tujuan tak berucap yaitu inilah saya bisa bertemu ini dan itu, bisa bersua foto dengan siapa saja dan lain sebagainya.
“Ah..kau menanggapinya dengan serius”
Apa yang diucapkan teman saya adalah benar adanya. Dan tak hanya itu saja, ketika dikasih tahu, dikomentari tentang apa yang dilakukan bahwa itu tak sesuai, kurang jujur, lebih membodohi, dan lain sebagainya dan seterusnya. Maka orang tersebut akan bilang kalau tak suka tak usah kerumah saya, jika tak setuju tak usahlah di komentari dan rentetan sebagainya. Satu hal yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah saat ini ada sindrom yaitu memberhalakan diri sendiri dengan tonjolisasi sudah akut?
“Kayak kamu sendiri tak melakukan hal sama”