Iklan
Kolom

Menjaga Marwah Corak Politik Kebangsaan NU

Oleh : Siswanto

Dalam menyongsong pesta demokrasi yang tiap lima tahun sekali diadakan, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki sumbangsih besar terhadap negara dalam menyumbangkan suaranya melalui umatnya untuk menentukan hak pilihnya sebagai warga negara Indonesia.

NU sendiri sebagai ormas terbesar di Indonesia,bahkan terbesar di dunia, tentunya para pengurus paham bentul akan situasi setiap pesta demokrasi telah tiba akan muncul pihak-pihak yang  yang memiliki kepentingan untuk mencatut nama NU untuk dijadikan roda politik.

Iklan

Oleh karena itu, untuk menyikapi pihak-pihak yang memiliki kepentingan baik untuk dirinya sendiri maupan partainya yang menyertakan bendera NU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Gus Yahya dengan tegas melarang bendera NU untuk dijadikan sebagai senjata politik.

Dalam pidatonya “Gus Yahya menekankan, NU menjaga jarak dengan politik praktis. Untuk itu, tidak ada calon pejabat publik baik untuk posisi Presiden, Wakil Presiden, Bupati, Gubernur, hingga anggota DPR yang mengatasnamakan NU. Jika ada orang NU yang mencalonkan diri untuk sebuah jabatan publik, yang bersangkutan mewakili dirinya sendiri. Gus Yahya juga berharap bahwa masyarakat kita bisa menumbuhkan dinamika politik yang lebih rasional dan mengedepankan politik kebangsaan bukan politik praktis.”

Adapun dalam berpolitik, corakpolitik NU adalah corak politik kebangsaan yang rahmatan lil alamin, tidak berambisi berkontestansi dalam meraih kekuasaan, tetapi secara arif bersenyawa dengan “wong cilik”. Selain itu juga, memberikan contok pelajaran politik moral kebangsaan terhadap para pemangku politik. Itulah pesan politik NU yang selalu digaungkan oleh para founding fanthers untuk selalu mengingatkan ‘kembali ke khittah 1926’. Maka, NU selalu memosisikan diri sebagai pembela kaum lemah, serta selalu menegakkan keadilan.

Dalam berpolitik ala ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyin, ada beberapa corak politik yang selama ini dipegang teguh dalam tubuh NU untuk menjalankan roda politik kebangsaan. Adapun dalam hal ini antara lain meliputi.

Pertama, NU menyakini adanya sikap persaudaraan (al-ukhuwah) univirsal. Ukhuwan persaudaraan ini tidak hanya dalam ranah personality saja, melainkan menjamah pada persaudaraan antar manusia (ukhuwah basyariyah), persaudaraan antar-bangsa (ukhuwah wathaniyah), persaudaraan antar muslim (ukhuwah islamiyah).

Kedua, adanya semangat tasamuh (toleransi), semangat toleransi ini muncul untuk menghindari adanya konflik baik antar-suku, bangsa, etnis, ras, maupun budaya. Semangat tasamuh ini digelorakan untuksaling menyanyangi antar-bangsa, suku, ras, dan etnis. Karena kita semua adalah sama yakni satu kesatuan bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi NKRI. Sedangkan Pancasila adalah sebagai ideologi negara.

Ketiga, adanya sikap tawassuth (jalan tengah) yang merupakan kelanjutan semangat toleransi dan berperan sebagai mediasi untuk memecahkan sebuah masalah. Maka, NU di sini dalam menyelesaikan sebuah masalah selalu mengedepankan mediasi untuk mendapatkan jalan tengah, sehingga melalui mediasi inilah beberapa pertikaian bisa teratasi dan mendapatkan solusi antar kedua belah pihak. Dan melalui sikap tawassuth ini, NU menghindari adanya ekstremisme  antar paham yang serba kanan dimana melahirkan liberalisme dalam pengamalan ajaran. Oleh karena itu, NU selalu menganjurkan kesalehan individual dan sosial harus selalu berjalan beriringan.   

Keempat, tawazun (seimbang) dalam mengambil beragam keputusan, NU selalu nmendasarkan pada syura (musyawarah) kepada pihak-pihak yang terkait. Karena konsep ini dilakukan untuk mendapatkan aspek-aspek keseimbangan dan kemaslahatan bersama (al-mashalih al-‘ammah). Jika ada selisih pendapat, yang harus dikedepankan adalah al-mujadalah billati hiya ahsan (perdebatan rasional yang diorientasikan untuk kebaikan). Maka, meskipun NU sering diguncang fitnah, keutuhan dan solidaritas NU baik kulturan dan strukturan tetap terjaga.

Dengan demikian, keempat corak politik NU di atas menggambarkan,bahwa NU selalu menjunjung tinggi politik kebangsaan yang diamanahkan oleh para founding fanthers NU untuk menolong yang lemah dan menegakkan keadilan, demi terciptanya kondusifitas berpolitian di Indonesia.         

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Back to top button