Iklan
Kolom

Maqashidus Syariah Lin Nisa’

Oleh : Dr. Jamal Makmur Asmani

Kamis, 16 Februari 2023 di Aula IPMAFA Lantai 2 dikaji terminologi baru dalam kajian ushul fiqh, yaitu; Maqashidus Syariah Lin-Nisa’.

Penulis mendapat pencerahan dari Prof. Abdul Mustaqim dari UIN Suka Yogyakarta, Bu Nyai Umdatul Baroroh, Gus Jamaluddin, Mas Rolan, dan Mas Hilmi.

Iklan

Ada beberapa point penting yang disampaikan para pakar di atas.

Pertama, hukum Allah harus hadir dalam rangka menegakkan kemaslahatan hambaNya, dunia dan akhirat. Jika hukum tidak membawa pesan kemaslahatan, maka tidak dianggap syariat Islam. 

Kemaslahatan adalah mendatangkan kemanfaatan dunia akhirat dan menolak kerusakan/ bahaya dunia akhirat. 

Kedua, problem kemanusiaan yang mendera kaum perempuan sangat akut dan kompleks. Perempuan sering dijadikan obyek eksploitasi yang jauh dari nilai-nilai keadilan, kemaslahatan, dan kesetaraan.

Ketiga, dibutuhkan hukum yang berorientasi kepada penguatan perempuan sehingga bisa sama-sama menjadi subyek pembangunan.

Maqashidus Syariah Lin-Nisa’ 

Melihat tiga hal di atas, maka ditawarkan ‘maqashidus syari’ah lin nisa’ (tujuan-tujuan syariat bagi kaum perempuan).

Dalam buku tersebut diajukan tiga jalan.

Pertama, kajian teks-teks syara’ (النصوص الشرعية). Teks-teks syara’ harus dipahami secara kontekstual sehingga mampu merespons problem perempuan. Dibutuhkan ‘tajdidun nadhar’ pembaharuan pemikiran, supaya mampu menjelaskan teks-teka agama secara kontekstual dan mampu menjadi problem solving bagi masalah perempuan.

Kedua, memahami realitas riil (الواقعية). Realitas riil yang dialami perempuan ketika menjalani fithrahnya (mengandung, melahirkan, dan menyusui) dan beban ganda, seperti bekerja  dengan segala konsekwensinya harus diapresiasi dan dijadikan landasan dalam merumuskan dan menetapkan hukum.

Ketiga, menggunakan perspektif gender dan pengalaman kaum perempuan dengan tujuan: tegaknya keadilan dan kesetaraan kaum perempuan.

Penulis mengusulkan: konstitusi. Artinya, maqashidus syariah lin-nisa’ harus menyerap konstitusi negara sebagai hakim. Konstitusi adalah hukum tertinggi yang berlaku sehingga harus diakomodir dan bersinergi dengan hukum Islam.

Ingat dawuh:

حكم الحاكم الزام ويرفع الخلاف 

Keputusan hakim adalah mengikat dan menghilangkan perbedaan pendapat.

Gender Moderat

Ketiga tawaran dalam buku Maqashidus Syariah Lin-Nisa’ di atas menarik dikembangkan terus menerus untuk menjawab isu poligami, khitan perempuan, bekerja di luar rumah, kekerasan, dan lain-lain yang menempatkan perempuan dalam posisi terhormat dan mulia.

Dalam kajian penulis, gender yang diterima adalah gender moderat, bukan liberal dan radikal. Liberal dalam arti membebaskan diri dari etika agama dan radikal dalam arti memahami dan menegakkan agama dengan pemahaman tekstual-rigid yang mengekang aktualisasi perempuan.

Gender moderat mengandung beberapa ciri:

Pertama, moderasi antara keluarga dan publik. Sesibuk apapun perempuan, tidak boleh menomorduakan keluarga. Membangun keluarga harmonis adalah pondasi kesuksesan di ruang publik. Peran sebagai istri dan ibu harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.

Kedua, moderasi antara aktualisasi dan konsistensi etika. Dalam melakukan aktualisasi, perempuan harus menjaga moral-etik agama sehingga terhindar dari hal-hal yang dilarang agama.

Ketiga, moderasi modernitas dan nilai tradisionalitas budaya. Di samping aktif melakukan aktualisasi, nilai-nilai budaya lokal tetap harus dilestarikan, seperti sopan santun, rendah hati, dan ramah.

Gedung Haji Pati, Ahad, 19 Februari 2023

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Back to top button