Kalkulasi Amal dan Syafa’at

Oleh: Maulana Karim Sholikhin*
Syafa’at yang ancap kali diabaikan oleh segelintir orang, bisa jadi merupakan pintu masuk kesejahteraan di alam akhirat. Ada berupa-rupa syafa’at yang dijanjikan Allah dan Nabi, namun syafa’at teragung adalah dari Rasulullah SAW.
Jalan paling mudah mencapai syafa’at adalah dengan mendekati ‘pemberi’ syafa’at’. Dalam konteks ini (gampangnya) adalah Nabi Muhammad.
Lantas kita yang terpisah jauh dari beliau baik segi zaman maupun teritori, masihkah bisa berinteraksi, ngglesot memohon syafa’at. Jawabnya, bisa! Perbanyak sholawat, tanamkan cinta kepada Nabi, kata seorang habib.
Amal Manusia
Rerata umur manusia tak jauh beda dari nabinya, kisaran enam puluh tahun. Sekarang mari kita kalkulasi amal.
Jika manusia tidur delapan jam per hari, artinya kita ngorok dua puluh tahun selama hidup. Komparasinya, jika manusia shalat fardlu tiga puluh menit sehari, kita hanya bersujud tak lebih dari dua tahun. Itupun kalau shalatnya dari bayi.
Sisa tiga puluh delapan tahun dikurangi masa pra baligh empat belas tahun, kita cuma punya waktu dua puluh empat tahun untuk beramal saleh.
Itupun nyaris mustahil tercapai sebab kita ancap kali lalai, terlena dengan dunia. Kerja, kerja, kerja tanpa melibatkan tuhan dalam hati. Belum lagi aksi ghibah dan maksiat lain yang kita lakukan minimal satu jam per hari.
Modal hidup kayak gini masih memaksa Tuhan memasukkan kita ke syurga? Biar Dia Pengasih lagi Pemurah lagi Pengampun, Seharusnya kita tau diri. Minimal kalau dapuran kita nggak layak jadi kriteria penghuni syurga, ya cukuplah gendolan jubah Nabi biwashilati sholawat setiap hari.
*Penulis adalah Pendidik di Ponpes Shofa Az Zahro’ dan MI Hidayatul Islam