Iklan
Kolom

Dari Keyakinan Menjadi Pembelaan

Oleh :  Niam At Majha

Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai peran penting dalam pembentukan sejarah Indonesia. Termasuk pilar utama tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sampai saat ini. Sejarah NU adalah sejarah umat, sejak terbentuknya tahun 1926 NU telah menunjukkan kekuatan-kekuatannya dalam memadukan tradisi masyarakat dengan tradisi keagamaan. Karena tradisi Islam Indonesia adalah tradisi terhadap ulama, tradisi penghormatan terhadap orang-orang yang cakap dan berilmu pengetahuan tentang masyarakat dan sejarahnya.

Dalam panggung sejarah Indonesia NU merupakan salah satu organisasi keagamaan yang bisa dikatakan cukup matang melihat usinya yang menginjak ke 100 tahun. Jamiiyah Nahdlatul ulama (NU) juga tercatat memiliki sumbangsih besar bagi bangsa Indonesia. Dan NU sendiri didirikan oleh para ulama(kyai) seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah pada 31 Januari 1926 di Surabaya. Para pendiri NU adalah para penyebar dan pendudung, penyebar faham Islam Ahlus sunnah wal Jama’ah. Dari paham ini telah mempersatukan umat Islam seluruh Indonesia dan menjaga NKRI seutuhnya.

Iklan

Melalui NU para ulama memainkan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai ormas keagamaan yang memiliki basis pendukung mulai dari masyarakat bawah hingga atas, sehingga ideologi NU sangat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Dan kini jaringan organiasasi NU telah menunjukkan perkembangannya ke penjuru Nusantara.

Ahmad Baso melalui buku Agama NU untuk NKRI, mengugah kesadaran bersama akan pentingnya konsistensi NU dalam berperan membangun masa depan bangsa Indonesia. Sebagai intelektual muda NU Ahmad Baso tak henti-hentinya menggali khazanah NU. Ia menawarkan pemikirannya, melalui Agama NU untuk NKRI yang mengupas tentang; Pertama; Agama NU dan masa depan NKRI. Kedua; taushiyah kiai tentang Agama NU. Ketiga; NU dan Agama NU di Era penjajahan ekonomi baru. Keempat; Agama NU di era pilkada dan soal alasan NU berpolitik dan bikin resolusi jihad, khittah kebangsaan dan politik kaderisasi NU. Kelima; Agama NU dan asbabun nuzul bahaya laten Wahabi Salafi dan Liberal Sekuler. Keenam; Agama NU agamanya rakyat kita. Ketujuh; Agama NU kritik ideology; manhaji fiqh dan suara-suara rakyat. Kedelapan; Perempuan pesantren, rekonsilistor, merawat tradisi Agama NU plus Sukarnoisme. Kesembilan; Agama NU, Tajdid dinamisasi ide-ide modern untuk kepentingan orang-orang desa. Kesepuluh; Agama rakyat, agama revolusi, agama NU. Ada sepuluh pembahasan di dalam buku karya Ahmad Baso, yang sedikit banyak memberi sumbangan khasanah pemikiran para warga NU.

Saat ini NKRI sedang dijanggit pelbagai persoalan pelik seperti penyakit korupsi, kemiskinan, penjarahan kekayaan alam oleh perusahaan asing, dll. Sangat membutuhkan solusi ampuh untuk menanggulangi semua itu. Dan mengelorakan semangat berjuang dikalangan NU. Sebagaimana perjuangan yang telah dilakukan para pendahulu. Terbukti tokoh-tokoh seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Wahid Hasyim, Gus Dur, dan KH. Sahal Mahfud yang terklebih dahulu mengukir sejarah kesuksesan. Baik perjuangan lewat gerakan sosial, pemikiran, dan politik.

Mencintai NKRI dan menjaga keutuhannya adalah harga mati dan harus di perjuangankan. Terutama warga NU sebab penjajahan era sekarang lebih gawat. Maka dari itu cinta tanah air (nasionalisme) adalah harga mati dalam rovolusi jihad KH Hasyim Asy’ari. Ia mewajibkan serulur bangsa mempertahankan Indonesia dari penjajah dan menghukumi dosa besar setiap orang Islam yang tidak mau berjuang, karena mempertahankan tanah air adalah bagian dari jihad. Munculnya aliran-aliran keagamaan di era kontemporer yang radikal dan fundamental sangat meresahkan kita semua. Nah, dalam konteks inilah peran NU amat dibutuhkan. Untuk menjaga dan meneruskan perjuangan para kiai terdahulu. Serta menyebar paham Ahlussunnah Waljama’ah ke seluruh penjuru nusantara.

Jamiiyah Nahdlatul Ulama di dirikan oleh para ulama untuk menegakkan syariat Islam Ahlussunnah Waljama’ah agar umat Islam mengamalkan agamanya, serta mencintai bangsa, Negara dan tanah airnya.

Jadi dalam pandangan Nahdlatul Ulama, menganut paham Islam Ahlussunnah Waljama’ah berarti mengamalkan agama dan mencintai bangsa dan tanah air sekaligus. Sementara menegakkan syariat Islam adalah melaksanakan ajaran-ajaran Aswaja dengan ke tiga dimensinnya, tauhid,fiqih, dan tasawuf (Iman, islam, ihsan).

 Ahmad Baso melalui buku Agama NU dapat dibaca sebagai sebuah refleksi akan komitmennya membela dan mengawal NKRI. Dan memberikan sebuah solusi terhadap warga Nahdlatul Ulama segera sadar diri dan orang NU tidak boleh berpuas diri akan perjuangan social yang pernah di lalui para pendiri Nahdlatul Ulama sebelumnya. Perjuangan sekarang jauh berbeda para penjajahnya lebih halus bahkan terkadang terasa sulit membedakan antara kawan dan lawan.

Salah satu bentuk penjajahan yang harus di waspadai adalah aliran Wahabi telah mulai merongrong paham syariat Islam Ahlussunnah Waljama’ah ada salah satu hadis nabi yang kerap dipakai. Yakni,”Hubbu-l-wathan mina-l-iman” Cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Namun sayangnya, seiring dengan masuknya gelombang paham Wahabi yang memang tidak punya akar dalam masyarakat kita. Hadis di atas di anggap tidak sahih dan palsu. Itu sebabnya orang-orang Belanda senang kalau paham Wahabi di propagandakan ke Nusantara.

Dalam tradisi pemikiran Nahdlatul Ulama, syariat Islam diturunkan kepada manusia tidak memiliki tujuan lain kecuali untuk melindungi kepentingan dasar manusia dasar manusia itu sendiri, mewujudkan kedamaian dan kemaslahatan diantara mereka. Untuk tujuan itu, para ulama dimasa lampau merumuskan sebuah konsep yang di kenal dengan maqoshid as syariah atau tujuan-tujuan syariat. Dalam buku Agama NU ingin menunjukkan hakikat kekuatan agama NU dengan basis populisme dan kebangsaannya itu. Simbolnya terlihat jelas dalam salah satu artefak kajayaan agama NU; sebuah keris yang di pajang di Museum Nahdlatul Ulama di Surabaya. Sebuah keris yang bertuliskan ayat al-Quran “Wa’tashimu bihablillahi jami’am wa la tafarroqu” dengan lambing Nahdlatul Ulama disamping kirinya, bermakna “tali Allah” adalah “tali jagat” dalam lambang NU yang mempersatukan berbagai komponen bangsa kita.

Bangsa ini terbangun dari beraneka ragam suku dan perbedaan. Maka dari itu NU sangatlah di butuhkan perannya untuk menjembatani perbedaan tersebut. Dan mampu memberikan solusi atas berbagai masalah yang telah di alami oleh masyarakat NU. Baik secara ekonomi maupun ke agamaan. Tentang masalah ini dapat di kaitkan beberapa hal; Pertama. NU merupakan representasi mayoritas umat Islam Indonesia. Kedua; Ajaran-ajaram Islam yang di anut NU menjamin terlaksananya kemurnian Islam tetapi tetap dinamis dan mampu berinteraksi secara positif dan damai dengan berbagai ajaran agama maupun aliran pemikiran yang berkembang dimasyarakar. Ketiga; Penegasan pembelaan atas NKRI adalah sebuah bentuk pembelaan tanah air sebagai sebuah kewajiban.

Dengan begitu dapat di simpulkan NU adalah sebuah panutan oleh masyarakat Indonesia tentang beragama dan bernegara secara utuh. Tidak hanya itu saja. NU merupakan sebuah rujukan yang dapat di yakini oleh masyarkat atas segala masalah yang sedang melanda; baik secara ekomoni, pemikiran bahkan hingga politik dan keyakinan. Sehingga masyarakat NU di beri kebebasan untuk menentukan pilihannya. Akan tetapi kebebasan tersebut tentunya harus mempunyai pijakan-pijakan yang dapat di yakini.

Sebab, kebebasan adalah sesuatu yang lumrah, sudah dilakoni bangsa kita sejak berabad-abad, bahkan sebelum mengenal peradaban Eropa. Ia merupakan bagian dari hakikat kemanusiaan penduduk Nusantara, yang mereka perjuangankan untuk mencapai martabat yang luhur. Terutama dalam menghadapi kekuasaan yang zalim. Hal itu pula yang di lakoni rakyat kita menganut agama NU.

            Sebagaimana yang dilakukan Hadlratussyekh KH Hasyim Asy’ari adalah strategis kalau paham keagamaan NU mengacu pada Islam Ahlussunnah Waljama’ah (Aswaja). Dan as-sawadu-l-a’zham adalah imajinasi mereka tentang kebangsaan dan populisme. Ajaran bermazhab mendorong kalangan Nahdliyin bisa menerima dinamika pembaruan keagamaan yang selalu kontekstual. Seperti pilihan-pilihan yang ditawarkan oleh Imam-al-Ghazali ke dalam tradisi Aswaja. Misalnya menawarkan manthiq ke dalam ilmu kalam dan ushul fiqh, menawarkan pendekatan moralitas atau akhlagi ke dalam fiqh, serta pendekatan dzawqi (intuisi) atau irfani ke dalam tasawuf. Sehingga di sini Aswaja menempatkan NU pada sebuah kekuatan populis, dari akar tradisinya, seperti tasawuf.

            Agama NU adalah agama rakyat, agama rovolusi bagi orang-orang desa untuk membangun solidaritas pada segenap penduduk Indonesia sebagai kekuatan bernegara untuk menghadapai musuh-musuh yang mempunyai niat untuk merusak keutuhan bernegara Indonesia. Melalui agama NU masyarakat kita bergotong royong menjaga agama yang di wariskan oleh Wali Songo dan perjuangan merebut kemerdekaan yang telah di lakukan oleh KH Hasyim Asy’ari dan kiai-kiai lainnya.

            Nahdlatul Ulama mempunyai cita-cita bersama warganya yang terlihat dalam Mukadimah Anggaran Dasar NU. Di sana tersurat beberapa poin mengapa NU didirikan dan merupakan cita-cita bersama para warganya. Pertama, kehadiran NU adalah dalam rangka menjunjung tinggi semangat Islam rahmatan lil alamin. Semangat ajaran Islam yang mengayomi semua umat. Kedua; semangat Islam rahmatan lil alamin itu termanesfestasi dalam rumusan Islam Ahlussunnah Waljama’ah (Aswaja). NU merupakan pelembagaan dari perjuangan ulama I Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia dalam melakukan dakwah Islam dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Ketiga; meningkatkan kemaslahatan umat dan kesejahteraan warganya sebagai bagian mutlak meningkatkan kesejahteraan warga NU. Keempat; mewujudkan dan mempertahankan NKRI sebagai bagian dari bangsa, NU terlibat dalam meperjuangkan kemerdekaan sekaligus mengisinya adalah salah satu tekad terbentuknya NU. Kelima, mengembangkan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di kalangan umat Islam) ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan berbangsa) ukhuwah insaniyyah (persaudaraan atas nama kemanusiaan).

            Apabila prinsip-prinsip tersebut di jadikan sebuah pegangan maka pada masa mendatang NU dapat di jadikan sebuah rujukan dan sebagai tempat pertimbangan atas berbagai masalah yang tengah di hadapi oleh Negara dan masyarakat secara umum ataupun khusus.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Back to top button