Iklan
Khutbah

Antara Dakwah Menuju Kepada Allah dan Kasih Sayang Dalam Berdakwah

الحمد لله ثم الحمد لله الحمد حمداً يوافي نعمه ويكافئ مزيده، يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك ولعظيم سلطانك، سبحانك اللهم لا أحصي ثناءاً عليك أنت كما أثنيت على نفسك، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن سيدنا ونبينا محمداً عبده ورسوله وصفيه وخليله خير نبي أرسله، أرسله الله إلى العالم كله بشيراً ونذيراً. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد صلاةً وسلام اً دائمين متلازمين إلى يوم الدين، وأوصيكم أيها المسلمون ونفسي المذنبة بتقوى الله تعالى. أما بعد:
  Ma’asyiral Muslimin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
                Prinsip dakwah adalah penuh hikmah dan mau’idloh hasanah. Dakwah merupakan salah satu syi’ar agama Islam yang harus senantiasa berlanjut. Bahkan hukumnya adalah wajib dan termasuk bagian penting dari beberapa kewajiban yang menjadi tanggung jawab muslimin.
Namun wajib disini bisa memiliki dua sisi pandangan antara fardlu kifayah dan fardlu ‘ain. Kedua sisi hukum tersebut disesuaikan dengan kondisi personal muslim. Ketika para muslim semuanya dalam keadaan taqwa kepada Allah Ta’ala, keilmuannya lebih dominan daripada kejahilan, keadaan iman serta islam berjalan dengan baik, maka kewajiban da’wah kepada Allah masuk dalam kategori wajib kifayah.
                Adapun ketika manusia dalam keadaan jauh dari nilai agama, banyak dari kalangan muslimin yang telah mengabaikan agamanya, baik dalam lingkup personal ataupun sosial, maka dakwah untuk kembali kepada Gusti Allah Ta’ala menjadi Fardlu ‘Ain bagi setiap insan muslim. Kembali bersama-sama mengajak kembali kepada Gusti Allah sesuai dengan batas-batas kewajiban yang seyogyanya dipenuhi. Sebab setiap muslim memiliki batasan aturan main yang harus dipatuhi. Disitulah peran dakwah. Fardlu ‘ain baginya agar aturan main tersebut terlaksana dengan baik, untuk diri sendiri ataupun keluarga.
                Ibadallah…
                Barangkali saat ini kita berada di keadaan yang kedua. Kejahilan, jauhnya pemahaman agama disetiap persoalan, lebih dominan. Daripada itu, dakwah kembali kepada Allah Ta’ala tidak lagi dihukumi fardlu kifayah, melainkan sudah menjadi fardlu ‘ain bagi setiap insan.
                Sebagaimana ketika ada kejadian kebakaran disuatu tempat, kelompok pemadam kebakaran sangatlah sedikit, atau dalam keadaan dimana tidak ada yang memperhatikan bahayanya kebakaran tersebut, maka sudah pasti bahwa bangkit untuk memadamkan api kebakaran tersebut adalah wajib hukumnya. Lantaran berhubungan dengan keamanan manusia. Sekalipun kelompok tersebut sangatlah sedikit, semampu mungkin wajib baginya untuk memadamkan api. Begitupula membaranya api kejahilan yang tampak serta jauhnya manusia dari agama lebih membahayakan daripada membaranya api, sehingga wajib untuk dipadamkan dengan melalui jalan dakwah.
                Akan tetapi perlu diwaspadai bahwa dakwah menuju Allah Azza wa Jalla juga memiliki cobaan wahai hamba Allah… wajib bagi setiap muslim ketika ingin untuk bangkit walau sekedar untuk menggugurkan kewajiban dakwah, baik kepada sekeliling keluarga atau masyarakat yang lebih luas, wajib baginya untuk hati-hati atas afat tersebut.
                Adapun cobaan yang dihadapi oleh seorang da’i cukuplah banyak, yang tidak memungkinkan untuk dibahas disini. Namun yang perlu diperhatikan saat ini diantara afat terbesar yang sering menjangkit para da’i sehingga wajib baginya untuk terlebih dahulu mengobati dari afat ini sebelum masuk dalam medan dakwah; yaitu banyaknya para da’i yang memandang masyarakat sedang terjangkit penyakit sangat parah rusaknya, sehingga dirinya (sebagai dokter) terlebih dahulu putus asa untuk membenahi dan mengembalikan keadaan menjadi baik (sehat) semula. Dirinya memandang masyarakat dengan pandangan putus asa, sehingga dalam mengobati hanya fokus kepada orang yang menginginkan saja, bahkan dia pun tidak memiliki harapan akan hasil dari apa yang dikerjakannya. Melainkan ia memandang rusaknya masyarakat bagaikan orang sakit yang telah dekat dengan kematian. Sehingga tidak ada harapan lagi untuk kembali sehat, berbagai obat dalam pandangannya tidak akan membantu untuk memulihkan kembali. Cobaan itulah yang sering menjangkiti para da’i saat ini, banyak diantara mereka yang memandang keadaan manusia persis dengan pandangan tersebut.
                Padahal, pandangan da’i yang seperti itu sangatlah tidak dapat dibenarkan. Seorang da’i ketika memandang hamba-hamba Allah dalam keadaan apapun, disetiap masa yang ia jumpai dari masa-masa sebelum dan sesudahnya, ketika memandang masyarakat dengan pandangan seperti di atas, maka ia telah bertentangan dengan perintah Rosulullah shollallahu alaihi wasallam. Ia telah bertentangan dengan syari’at Allah Ta’ala, bertentangan dengan apa yang telah digariskanNya dalam KitabNya.
                Ibadallah…
                Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam telah bersabda: “Barangsiapa yang berkata: -keadaaan- manusia telah rusak, maka dialah orang pertamakali yang rusak”. Dalam arti siapa yang memandang kerusakan semua manusia lantaran jauh dari agamaNya, maka orang tersebut yang menempati posisi pertamakali dari apa yang telah nilai. “dialah orang pertamakali yang rusak”.
                Diriwayatkan dari Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwa beliau telah bersabda: “Perumpamaan ummatku seperti air hujan, tidak diketahui apakah awalnya ataukah akhirnya yang baik”. Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam mengatakan tersebut seolah ingin agar seorang muslim -secara umum- atau seorang da’i -khususnya- tetap khusnudlon untuk tidak sampai memandang ummat, dari satu masa ke masa lainnya kecuali memandang dengan penuh harapan, bahwa diantara ummat terdapat kebaikan. Harus senantiasa optimis bahwa diantara mereka masih terdapat orang yang berharap adanya kebaikan. Pandangan seperti itu merupakan salah satu bentuk macam tarbiyyah anNabawiyyah yang diajarkan oleh Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam kepada kita.
                Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam juga telah bersabda: “Tidak henti-hentinya sekelompok dari ummatku berada di atas kebenaran. Hingga datang keputusan Allah, sedangkan mereka masih tetap seperti demikian”. Dan Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan berdakwah kecuali telah memerintahkan kepada kita untuk senantiasa menaruh harapan, menyertainya dengan keoptimisan, tetap memahami bahwa keadaan tidak terlepas dengan takdir, serta menanamkan dalam diri dan berharap orang yang diajak kelak akan menjadi lebih baik daripada yang mengajak.
                Ibadallah…
                Diantara yang perlu diperhatikan oleh seorang da’i adalah makna yang terkandung dalam firman Allah Ta’ala:
 }فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ}
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah”.
                Dengan penuh kasih sayang dan lemah lembut lah Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam berdakwah kepada orang kafir jahiliyyah, sekalipun mereka adalah orang-orang yang menampakkan kedzaliman dan menyembah berhala. Karena Allah Ta’ala telah memenuhi hati Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam dengan kasih sayang, serta memenuhi hatinya dengan harapan penuh kepada mereka dan mendo’akan mereka, hal tersebut menjadikan para kafir jahiliyyah menerima dakwah Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam.
                Kasih sayang, harapan dan do’a itulah rahasia kesuksesan dakwah Kanjeng Nabi shollallahu alaihi wasallam. Kalaulah sedari awal Kanjeng Nabi shollallahu alaih wasallam terlebih dahulu putus asa, putus harapan dan bersikap keras kepada ummat, maka dakwah pun tidak akan menuai kesuksesan dan ajaran Islam tidak akan pernah sampai kepada kita. Inilah makna dari “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”.
                Ibadallah…
               Daripada itu, seorang muslim tidaklah boleh berputus asa dalam menghadapi keadaan, barangsiapa yang terlebih dahulu berputus asa akan keadaan manusia, maka seyogyanya dia berputus asa atas dirinya sendiri terlebih dahulu. Sebab siapa yang mengatakan manusia telah dalam keadaan rusak, maka dirinya lah orang pertamakali orang yang rusak. Dan orang yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang kafir dan fasiq.
أسألُ اللهَ عزَّ وجلَّ أن يرزقَنا حسنَ الظّنِّ بعباده، وأن يرزقَنا معَ ذلكَ الغيرةَ على دينه، حتّى يجتمعَ لنا من هذا وذاكَ خيرُ مزيجٍ يسوقُنا إلى السّبيلِ الذي يرضي الله، نأمُرُ وندعوا من خلالِ الغيرةِ على دينِ الله، ونحسِّنُ الظّنَّ بعبادِ اللهِ عزَّ وجلّ ، ونتصوّرُ أنَّ بينهم وبينَ الهدايةِ التفاتةٌ يسيرةٌ واحدة، وما أيسرَ أن تتحقَّقَ هذهِ الالتفاتة. أقولُ قولي هذا وأستغفرُ اللهَ العظيم
                Khutbah ke 2:
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

Konten Terkait
Iklan

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Back to top button