(Ter)bedah Buku

Oleh: Niam At Majha
Hari ini, sejak malam tadi adalah jadwal saya untuk menulis di setiap Rabu. Sebuah aktifitas sederhana untuk mengejawantahkan segala renik-renik pemikiran yang bersarang di kepala. Dan soal buah pemikirannya nanti bagus atau pun tak tergantung siapa yang membaca dan mengomentarinya. Terpenting yaitu rutinitas di hari Rabu harus tetap berjalan, bagaimana pun, dalam kondisi apa pun, dalam bentuk bagaimana pun harus tetap tayang.
Hingga waktu dhuha sudah hampir selesai, saya masih berkutat dengan kebingungan, keraguan dan kebuntuan. Ide tak muncul-muncul. Dalam kemalasan saya akhirnya scroll-scroll media sosial, siapa tahu saya mendapatkan ide untuk saya tulis hari ini. Dan benar saja saat saya membaca status temannya yang sedang mengahadiri acara bedah buku. Iseng iseng saya komentari.
Akhirnya saya komunikasi dengan teman saya tersebut dengan intens membahas bedah buku tersebut.
“Baru kali ini ada bedah buku dan bukunya tak ada” celetuk teman saya tersebut.
Ketika saya mendengar pernyataan teman saya tersebut, saya jadi ngilu dan prihatin, kok ada ya bedah buku yang tak ada bukunya. Padahal itu intansi pemerintah yang di biayai uang pajak dari rakyat. Selain itu yang lebih bimsalabim lagi yaitu isinya morat dan marit tak karuan, sedangkan editornya memperlihatkan bukunya melalui power full. Jadi dalam acara bedah buku tersebut narasumbernya bingung seperti saat muter alun alun bumi mina tadi tak ketemu ujungnya.
Bisa jadi dalam perancangan buku tersebut asal jadi saja. Tak perduli dengan isi yang ada di dalamnya, bahkan untuk berfikir lebih jauh lagi bahwa buku tersebut kedepannya akan menjadi rujukan atau pun bacaan dari generasi ke generasi. Ah.. tak mungkin mampu berfikir sejauh itu.
Dunia ini adalah panggung sandiwara, seperti yang di katakan oleh Nike Ardila. Jadi kemungkin terbesarnya adalah dalam pembuatan buku persebut bisa jadi adalah dalam bentuk sandiwara. Orang yang tak pernah menulis tiba tiba mak bedunduk jadi penulis. Orang yang tak pernah menjadi editor buku bimsalabim menjadi editor. Sungguh hebat bukan? Inilah cerita indah di hari Rabu.