Iklan
Celoteh

Dari Generasi Rumah, Hingga Generasi Cafe

Pagi ini saat saya sedang bersantai dikamar setelah melakukan aktivitas layaknya ibu rumah tangga, saya mendengar percakapan paman saya dengan saudara jauh didepan rumah. Yang dibicarakan adalah tentang anak zaman sekarang.

Cerita bermula saat saudara jauh kami bertanya pada paman tentang siapa pemilik motor terparkir didepan teras rumah saya. Paman saya menjawab bahwa itu motor keponakannya yang habis dipakai mengambil tebu (pohon tebu yang masih muda) untuk makanan sapi peliharaannya.

Konten Terkait
Iklan

Saudara jauh kami pun kembali bertanya dimana keponakan yang dimaksud paman saya tersebut. Karena diteras rumah tak ada siapapun kecuali paman saya. Paman kembali menjawab dengan mengatakan bahwa keponakannya masih tidur dikamar adik saya. Karena tadi malam dia main kerumah dan menginap disini.

Lantas, paman ingin membenarkan apa yang ia sampaikan kepada saudara jauh kami dengan mengecek ke kamar adik saya. Dan benar saja, ia mengatakan keponakannya masih tertidur pulas dengan adik saya disampingnya. Saudara jauh kami lalu berkata, “Enak ya anak zaman sekarang. Jam segini masih tidur, sedangkan kita para orang tua sudah kesana kemari.”

Sontak saya merasa hal itu sebagai tamparan. Saya menangkap makna tersirat dari apa yang disampaikan saudara jauh kami yaitu tentang kemalasan anak zaman sekarang. Maunya enak saja. Tak mau susah payah. Apa saja keinginannya tinggal minta ke orang tua. Kalau tak dituruti, jurusnya adalah murung atau mogok makan lah atau puasa bicara biasanya. Seperti yang digambarkan pada tayangan televisi.

Dua hari yang lalu saat saya sedang menemani kawan saya membuat project untuk konten youtube di sebuah Cafe, saya melihat ada gerombolan anak-anak SMA sedang belajar kelompok disana. Batin saya wah hedon sekali mereka. Kerja kelompok saja di Cafe. Berbeda dengan zaman saya saat masih menjadi siswa dulu. Kerja kelompok ya di rumah salah satu teman kami. Hingga  terjalin keakraban  antara saya dengan orang tua teman saya.

Pemandangan dua hari lalu tampak berbeda. Meski tak semua siswa zaman sekarang yang hedonis. Pasti ada yang masih sederhana layaknya saya pada era dulu. Saya melihat mereka sedang berdiskusi dan sesekali tertawa sambil menikmati makanan yang tersaji di atas meja. Saya melihat makanan yang tersaji bukanlah makanan yang sederhana, karena bila ditaksir semua, saya kira sampailah seratus ribuan.

Setelah mereka selesai mengerjakan tugas, saya kembali melihat apa yang mereka lakukan. Bukan karena kepo, tapi meja kami tak jauh jaraknya. Jadi kegaduhan mereka saya bisa mendengar dan melihat. Mereka lantas membuat video pada aplikasi yang tengah boming sekarang ini  Tik Tok namanya. Mereka berjoget-joget didepan kamera, dan sesekali tertawa. Selain video, mereka juga berselfi dengan satu orang naik diatas meja. Barangkali karena kamera hp tak bisa menangkap wajah mereka semua. Teman saya yang sejak tadi disamping saya menggerutu melihat tingkah anak-anak berseragam abu-abu tersebut.

Perkembangan zaman sangat mempengaruhi perkembangan anak didik dan masyarakat kita. Ya salah satu contohnya ini. Saya membayangkan apa pekerjaan masing-masing orang tuanya dan berapa uang saku yang diberikan per harinya. Jika saja pekerjaannya hanya serabutan dengan gaji yang tak tetap dan tak banyak, tentu sangat memprihatinkan. Jelas, sang orang tua akan lebih mementingkan keinginan anaknya dibanding dirinya sendiri. Orang tua mana yang tega melihat anak kesayangannya menangis dan sedih karena keinginannya tak terkabul.

Saya cuma berpesan kepada adik-adik saya dan khususnya pada diri saya sendiri tentunya bahwa kehidupan ini tak hanya ada yang enak saja. Kadang ya ada yang tak enak, kadang ada yang menyusahkan. Selalu ada dua sisi. Karena kesemuanya itu untuk berkesalingan. Kita tak tahu bahagia, jika tak pernah merasakan sedih. Begitu sebaliknya. Jadi, sebagai generasi muda yang nantinya akan menggantikan peran generasi tua terutama orang tua kita. Mari untuk saling memahami. Bukan sebab keinginan lantas kita bisa seenaknya saja. Ingat, apa yang kita tanam, akan menuai hasilnya kelak. (Inayatun Najikah)

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Back to top button