Fakultas Tarbiyah IPMAFA Gelar FGD, Kaji Wacana 5 Hari Sekolah

Pcnupati.or.id – Fakultas Tarbiyah Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Pati menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait wacana kebijakan lima hari sekolah di Kabupaten Pati. Acara yang berlangsung di Aula lantai 2 IPMAFA pada Jumat (30/5/2025) mengambil tema “5 Hari Sekolah: Revolusi Pendidikan atau Bencana Generasi?”.
Dekan Fakultas Tarbiyah IPMAFA, M. Sofyan Alnashr, mengatakan bahwa tujuan FGD ini ialah untuk melakukan kajian mendalam terkait wacana kebijakan lima hari sekolah. Menurut dia, sebagai akademisi bidang pendidikan, ada tanggung jawab moral untuk mencetak generasi berakhlak mulia dari setiap kebijakan yang diterapkan.
“Kami mengundang berbagai lembaga dan kampus mitra untuk menganalisis dampak positif dan negatif kebijakan ini. Harapannya akan lahir rekomendasi yang komprehensif terkait kebijakan lima hari sekolah,” kata dia.
Rektor IPMAFA Pati sekaligus Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH. Abdul Ghaffar Rozin atau Gus Rozin, menyampaikan, landasan yuridis kebijakan lima hari sekolah perlu dikritisi, karena Permendikbud 23/2017 telah dikoreksi dengan Perpres nomor. 87/2017 bahwa penerapan hari sekolah harus mempertimbangkan SDM, sarana prasarana, kearifan lokal, dan tokoh agama/masyarakat.
“Kami menekankan pada empat hal sebelum kebijakan diterapkan, yakni konten dari kebijakan itu sendiri, komitmen para pihak yang bersinggungan, kapabilitas pelaksana, serta kultur kesesuaian dengan tradisi maupun budaya masyarakat setempat,” jelas Gus Rozin.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (Aspendif), KH. Ahmad Fadlullah Turmuzi, dalam FDG itu menekankan pentingnya penelitian lapangan sebelum kebijakan lima hari sekolah di Kabupaten Pati dijalankan.
“Tujuan pendidikan adalah proses taklim secara menyeluruh agar mampu menjalankan amanat sebagai pemimpin di bumi. Ki Hadjar Dewantara mengajarkan pendidikan yang memanusiakan manusia.
Kebijakan lima hari sekolah sudah berdasarkan penelitian lapangan atau sekadar pertimbangan pembuat kebijakan?. Ini harus dilakukan kajian yang mendalam,” ucap dia.
Sementara itu Ketua Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Jawa Tengah, Muh Zen, mengungkapkan bahwa kebijakan lima hari sekolah harusnya opsional bagi satuan pendidikan yang sudah siap, serta perlu dilakukan kajian terhadap pihak-pihak yang terdampak. Menurutnya, ada beberapa alasan penting untuk menolak kebijakan ini.
“Ada alasan kenapa menolak lima hari sekolah, yaitu alasan psikologis, ekonomi, sarpras (sarana prasarana), akademik, vokasional non-akademik, geografis, ketahanan keluarga, sosial, dan pendidikan karakter di Madin (Madrasah Diniyah) atau TPQ (Taman pemdidikan Al-Qur’an). Ini harus dipertimbangkan dengan matang,” ungkap dia saat FGD.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati berencama menerapkan kebijakan lima hari sekolah untuk jenjang TK, SD, dan SMP. Wacana ini disampaikan oleh Bupati Pati Sudewo dalam acara halalbihalal keluarga besar Tim Penggerak PKK di Pendapa Kabupaten Pati, Rabu (30/4/2025).
Menurut Sudewo, lima hari sekolah justru membuat produktivitas anak tinggi. Sebab, otak dibiasakan bekerja terus lewat sekolah sampai sore, disambung kegiatan mengaji, lalu belajar malam. Sehingga para pelajar bisa memaksimalkan potensinya.
“Kalau terus dilatih seperti itu produktivitasnya pasti tinggi. Untuk menghafal dapat kapasitas lebih besar. Sedangkan Sabtu-Minggu libur, refreshing otak, penyegaran kembali, bisa dimanfaatkan untuk acara keluarga bersama orang tua,” jelas Sudewo.
Dalam FGD tersebut, Fakultas Tarbiyah IPMAFA Pati mengundang berbagai pihak, antara lain Dinas Pendidikan Kabupaten Pati, Kementerian Agama Kabupaten Pati, PCNU Pati, LP Ma’arif PCNU, Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), serta akademisi dari STAI Pati dan STAI Syekh Jangkung Pati. (Angga/LTN).