Iklan
Berita

Belajar Nasionalisme Dengan Para Ulama

Pati. Berdirinya NU tidak bisa lepas dari peran ulama sebagai pendiri, penggerak, dan pengembang organisasi. Kader-kader muda NU harus belajar kepada para ulama NU supaya mampu mengembangkan NU di masa depan. Demikian paparan KH. Abdul Majid, Wakil Rais Syuriyah MWC NU Trangkil dan Ustadz Muhammad Hambali, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, dalam acara Orientasi Aswaja di hadapan siswa-siswi MA NU Luthful Ulum, Dukuh Wonokerto Pasucen Trangkil Pati.(9/8) kemarin.
KH. Abdul Majid menjelaskan, salah satu sifat utama ulama NU adalah keikhlasan. Mereka berjuang untuk meraih kemerdekaan dan mencerdaskan bangsa hanya untuk menggapai ridla Allah SWT, tidak karena motivasi harta, jabatan dan kekuasaan. Mereka lebih memilih kembali ke pesantren untuk mendidik dan mengajar kader-kader bangsa. Para ulama berperan sebagai pemasok utama kader-kader bangsa yang berkarakter.
Ustadz Hambali menambahkan, sifat-sifat para ulama yang lain adalah nasionalisme, yakni mencintai bangsanya secara sungguh-sungguh sebagai manifestasi dari kedalaman spiritualitasnya. Mereka berjuang sampai titik darah penghabisan untuk mengusir penjajah dari bumi tercinta.
 Secara kelembagaan, nasionalisme NU terbukti dengan banyak hal. Pertama, NU memberi nama Indonesia sebagai Darus Salam, Negara damai, bukan darul Islam (Negara Islam) atau darul harbi (Negara perang). Dengan deklarasi ini, maka Indonesia bukan Negara agama, tapi Negara demokrasi Pancasila yang memberikan toleransi kepada agama-agama yang hidup dengan mengedepankan persaudaraan dan kerukunan. Jangan ada pemaksaan satu agama dengan mengobarkan semangat permusuhan, pertikaian, dan menghalalkan secara cara yang merusak kebinnekaan yang sudah menjadi sunnatullah di bumi Indonesia.
Kedua, NU dengan cepat memberi gelar waliyyul amri al-dharuri bis syaukah (pemimpin darurat dengan dukungan rakyat yang kuat) pada saat legitimasi Presiden Sukarno dipertanyakan banyak orang. Demi stabilitas dan konsolidasi politik, NU bergerak dengan cepat dengan memberi gelar tersebut kepada Sukarno. Ketiga, ketika kemerdekaan Indonesia akan diserobot lagi oleh Belanda, maka dengan cepat NU lewat KH. M. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa resolusi jihad yang mewajibkan seluruh umat Islam dengan radius 94 km dari Surabaya untuk mengangkat senjata demi mempertahankan kemerdekaan dari ancaman kolonial yang ingin menjajah kembali Indonesia.  Pungkas Jamal Makmur salah satu pengajar.(red)

Iklan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Konten Terkait

Back to top button