Kiai Sahal Mahfudh; Sosok Organisitatoris dan Produktif dalam Berkarya
![header-mozaik-kyai-sahal-tirto_ratio-16x9-jpg-2](https://pcnupati.or.id/wp-content/uploads/2022/03/header-mozaik-kyai-sahal-tirto_ratio-16x9-3991020.jpg)
KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh merupakan seorang kiai yang ‘alim dan faqih dalam berbagai disiplin ilmu. Beliau merupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari pasangan KH. Mahfudh Salam (w. 1944) dan Nyai Hj. Badi’ah (w.1945). Kiai Sahal lahir di Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Jawa Tengah pada 17 Desember 1937. Sebuah desa yang melahirkan banyak ulama hebat dan masyhur dari Pantai Utara Kabupaten Pati.
Kiai Sahal sejak kecil memang terkenal gemar membaca baik bacaan kitab kuning maupun buku ilmiah. Dari kegemaran membaca inilah Kiai Sahal tumbuh menjadi seorang ulama dan kiai besar yang selama hidupnya dihabiskan untuk memberikan sumbangsih pemikiran kepada bangsa dan negara.
Kajen bagi Kiai Sahal adalah desa tempat di mana dia mempelajarai ilmu-ilmu yang menjadi dasar bagi segala ilmu pengetahuannya. Sebelum belajar ke berbagai pesantren di Indonesia, beliau terlebih dahulu kursus melalui Kiai Fauzan. Selain itu, dibawah bimbingan ayahnya Kiai Mahfudh Salam, Kiai Sahal belajar mengkaji (membaca) Alquran, hal yang sudah lazim sebagaimana anak-anak kecil dalam keluarga agamis.
Sedangkan dari ayahnya dia belajar bahasa arab secara aplikatif. Kiai Sahal belajar agama tidak lama dengan ayahnya, karena ayahnya lebih dulu meninggal di penjara Belanda Ambarawa, ketika itu Kiai Sahal baru berumur tujuh tahun, setahun kemudian ibunya Nyai Badi’ah meninggal.
Semasa hidup, ayahnya dikenang sebagai orang tua yang disiplin dan tegas terutama dalam mendidik anaknya. Bentuk ketegasan dari ayahnya kadang terasa sebagai sesuatu yang keras. Tetapi apapun bentuk kegalakannya, ayahnya selalu mengimbanginya dengan kompensasi yang dapat membesarkan hati.
Pola pembelajaran dalam bentuk kegalakan pada satu sisi dan kompensasi pada sisi yang lain, bagi anak-anaknya setelah dewasa dirasakan sebagai sebuah pola pembelajaran yang efektif semata-mata agar anak-anaknya disiplin dan rajin belajar. Pada saat yang lain kompensasi dari ayahnya mencerminkan pencurahan kasih sayang yang tulus dan perhatian yang mendalam. Sehingga memberikan sebuah pengertian bahwa kegalakan dari sang ayah bukan karena kebencian atau berniat menyakiti melainkan bentuk lain dari kasih sayang dan kecintaan orang tua demi kepentingan anak-anaknya di masa-masa yang akan datang.
Aktivitas Organisasi Sosial Keagamaan
Aktivitas Kiai Sahal dalam organisasi sosial keagamaan dimulai forum diskusi kecil ulama di Desa Kajen yang disebut Raudlah Musyawarah. Peranannya yang signifikan di forum Raudlah Musyawarah menarik para ulama setempat. Peranannya itu meningkat dengan amanat yang diberikan kepada Kiai Sahal sebagai Katib Syuriah NU cabang Pati (1967-1975) pada waktu yang bersamaan Kiai Sahal juga menjabat Ketua II Lembaga Pendidikan Ma’arif NU cabang Pati. Tahun 1977-78 ia menjadi ketua Asosiasi Pesantren atau Rabithah Ma’ahid al-islamiyyah (RMI) cabang Pati, kemudian pada tahun 1980-18-982 dia mulai berperan di tingkat wilayah dengan berperan sebagai Katib Syuriah NU wilayah Jawa Tengah.
Di Jawa Tengah karir organisasinya terus menanjak, pada tahun 1982-1985 Kiai Sahal dipercaya sebagai Rais Syuriah Pengurus Wilayah NU Jawa Tengah. Kemudian peranannya di lembaga syuriah tersebut mulai naik ke tingkat pusat dengan dipercaya sebagai salah satu Rais Syurian Penguruh Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sejak tahun 1984- 1999. Pada Muktamar Lirboyo peran Kiai Sahal di lembaga dikukuhkan sebagai Rais Aam PBNU (1999-2004). Amanat sebagai Rais Aam ternyata masih berlanjut setelah Kiai Sahal kembali dikukuhkan sebagai Rais Aam periode 2004-2009, dan dikukuhkan kembali pada Muktamar di Makasar untuk periode 2009-2014. Pada saat yang hampir bersamaan Kiai Sahal juga menjabat Ketua Umum MUI Pusat sejak 2000-2005, 2005-2010, dan 2010-2014.
Selain di beberapa lembaga tersebut, Kiai Sahal langsung terlibat dalam berbagai macam aktifitas pendidikan sejak tahun 1960-an. Pertama kali beliau manjadi guru yang mengajar di pesantrennya Maslakul Huda Kajen Pati, kemudian sekaligus sebagai pengasuh sejak 1963 sampai 2014. Pada saat yang sama juga beliau mengajar di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) Kajen Pati, dan kemudian pada 1963 beliau diberi amanat menjadi direktur di PIM.
Oleh karena itu, keterlibatan Kiai Sahal di dunia pendidikan semakin mengukuhkan dirinya sebagai tokoh pesantren dan pejuang sosial yang lintas batas. Beliau tidak saja bergaul dengan lingkungan pesantren tetapi juga dengan lingkungan pendidikan non pesantren serta dengan lingkungan sosial yang lain. Dalam hal ini perguruan-perguruan tinggi dan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan.
Bagi kalangan awam mungkin ketokohan Kiai Sahal tidak begitu dikenal kecuali sebagai tokoh NU. Hal ini karena Kiai Sahal sangat jarang berbicara pada media massa dan jarang pula tampil di forum-forum umum atau terbuka. Semisal dalam kegiatan seminar maupun workshop. Kiai Sahal justru lebih suka pada forum-forum terbatas yang dialogis, terukur, terencana dan berkelanjutan.
Karya Ilmiah Kiai Sahal
Sejak muda, Kiai Sahal sering menulis dan mengekspresikan perasaannya dengan syair-syair arab atau tulisan apa saja. Setelah melanjutkan ke pesantren lain, kebiasaanya menulis terus berlanjut terutama yang berhubungan dengan pelajaran yang diampunya. Dan semakin lama tulisannya semakin matang seiring dengan kematangan keilmuannya.
Kemudian pada tahun-tahun berikutnya tulisan-tulisan itu menjadi buku antara lain; Thariqat al-Husul A’la Ghayah al-Wusul, Al-Bayan Al-Mulamma’ Fi Alfadhi Al-luma’ (Semarang: Toha Putra, 1999), Faidlul Hija ala Naili Raja (1999), Intifah Al-Wadijain Fi Munadharati Ulamai Hajain (1959), Al-Faraidil Ajibah (1959), Ats-Stamrah Al-hajainiyyah, (1960), Nuansa Fikih Sosial (1994), Ensiklopedi Ijma’, karya ini merupakan terjemahan dari kitab Mausu’ah al Ijma’ karya yang diterjemahkan bersama dengan KH. Musthofa Bisri (Gus Mus), Pesantren Mencari Makna (1997), Era Baru Fikih Indonesia, karya ini merupakan tulisan yang berisi tentang produk hukum beserta metodologi istimbatnya, dan Dialog Dengan Kiai Sahal (1997).
Dari beberapa karya di atas baik dalam bentuk buku maupun makalah telah menempatkan Kiai Sahal bukan hanya sebagai tokoh pesantren. Melainkan Kiai Sahal sebagai seorang intelektual yang karya-karyanya menjadi referensi anak bangsa dan lembaga-lembaga pendidikan baik pesantren, perguruan tinggi, dan pekerja sosial yang ide-idenya menjadi inspirasi perubahan masyarakat. (Siswanto, Penulis Lepas)