Antara Istiqlal dan Katedral
Oleh: Maulana Karim Salihin*
Narasi toleransi yang berkaitan dengan Istiqlal dan Katedral telah banyak dipaparkan para penulis. Awalnya pun saya sangat kagum, dan kekaguman itu membawa saya pada fakta sejarah, dimana Nabi Muhammad SAW. pernah melakukan hal yang lebih fantastik dari pada “pelaminan” Katedral-Istiqlal. Kekaguman itu pun berangsur ‘surut’.
Saat itu, rombongan Nasrani Najran mengunjungi Nabi untuk berdiskusi tentang Islam. Hal ini sebagai langkah tindak lanjut surat Baginda Nabi yang dikirimkan kepada Raja Najran.
Ketika memasuki Hari Minggu, rombongan Najran mulai ketar-ketir, soal bagaimana cara mereka beribadat ditengah kepungan komunitas Muslim, yang tentu saja tidak ada gereja di sana.
Di luar nurul, Nabi Muhammad malah meminjamkan tempat ibadahnya (Masjid Nabawi) bagi ummat Kristiani Najran untuk melakukan ibadah. Bahkan, orang2 Najran menyangka mereka akan dibiarkan oleh Nabi beribadah di jalanan, namun yang terjadi, malah 180 derajat.
Langkah ini bukan hanya sekedar menjaga toleransi, tapi sudah melampaui jauh di atasnya, yakni kasih sayang untuk semua.
Tentu kita tak perlu meminjamkan masjid bagi non-islam dalam situasi normal, sebab, gereja dan masjid telah banyak tersebar di Nusantara. Namun, dari sikap heroik Nabi, kita belajar bahwa, semestinya isyu-isyu tolernasi sudah harus ditinggalkan karena basi, out of date dan expired.
Jika kita bangga mengaku diri sebagai Muslim, pengikut sunnah Nabi, harusnya kita sudah berada di level kasih sayang antar semua. Seminar-seminar toleransi, sudah kita tinggalkan sejak kemarin-kemarin. Saatnya kita gelar seminar kasih sayang antar semua.[]
*sekretaris LTN-NU Pati